-->
Meski sama namanya, suasana perayaan tidak sama di setiap tempat. Kesan natal di kampung saya pun pasti berbeda dengan yang dialami di Kupang, di pulau Jawa, atau yang kebanyakan terlihat di televisi.
Kosakata seperti Sinterklas, kado natal, pohon cemara, apalagi bayang-bayang musim dingin sangat jauh dari kepala kami. Dongeng tentang Sinterklas saja terdengar pertama kali waktu SMA, saat saya sudah remaja. Ketinggalan kan ? Begitulah. Benar kata Kornelis Kewa bahwa Adonara termasuk salah satu wilayah di NTT yang masih miskin akses informasinya. Di sana , natal berarti akan ada bebunyian musik, alunan koor mudika jelang dan selam hari-hari natal, kunang-kunang di pohon jambu, bunyi petasan korek api, letusan meriam bambu, juga guyuran hujan yang lagi musimnya. Tak ketinggalan pula kue natal seadanya yang selalu menjadi barang mewah karena tidak selalu dibuat atau tersedia sepanjang tahun.
Di kampung, peristiwa yang sangat ditunggu adalah ketika dikujungi dan mengunjungi setelah perayaan di gereja. Pertama, empat sampai sepuluh kampung akan dikunjungi imam tamu. Lalu, sehabis perayaan, tiap orang, terlebih para pemuda-pemudi mengunjungi rumah penduduk satu per satu. Mereka berjalan dalam rombongan besar dan kecil sekadar bercengkrama dengan para penghuni rumah di kampung halamannya. Para pemuda-pemudi inilah yang paling jarang berada di kampung, terlebih mereka yang ke kota atau ke tempat lain untuk bekerja atau melanjutkan pendidikan.
Perayaan misa diadakan dua atau tiga kali di gereja yang berbeda di beberapa kampung itu. Jadi, kapela stasi akan kosong pada hari ketika perayaan dilakukan di tempat lain. Di kampung memang sangat kekurangan imam sehingga pada hari-hari raya, beberapa kampung akan bergabung manjadi satu pada parayaan itu dengan seorang imam. Jelas pasti dari kampung tetangga akan mengunjungi kampung yang lainnya.
Teman-teman pun bertemu lagi, terutama pelajar dan orang yang mudik dari tempat dan kota yang berbeda. Biasanya, karena kedatangan romo tamu, akan ada minum kopi bersama. Pada saat itulah para tokoh berbicara di depan seluruh peserta jamuan. Mereka berbicara banyak hal dalam kaitan dengan perdamaian dan kedatangan sang raja damai. Umat dilarang bertamu ke rumah-rumah sebelum jamuan umum selesai.
Yang sangat disukai pada acara jamuan itu adalah para pesertanya yang beragam. Mulai dari anak-anak, muda-mudi, ibu-ibu, pelajar dan mahasiswa, petani, pegawai negeri, pejabat dan tokoh dari kampung dengan penduduk tidak terlalu besar itu. Semuanya berhimpun dalam satu barisan jamuan bersama. Semua berdiri sama tinggi, duduk sama rendah mendengar apa yang dibicarakan oleh tokoh pemerintah dan tokoh umat, termasuk para rohaniwan. Setelah acara, peserta misa meningalkan tempat itu untuk mengunjungi rumah-rumah penduduk lainnya.
Di desa saya, ada sebuah kampung kecil yang hanya ramai sekali setahun yaitu pada hari-hari natal. Karena seolah dilpakan sepanjang tahun, mereka dikunjungi pada hari natal. Letak kampung ini paling ujung dari desa kami. Mereka akan menerima tamu yang lebih banyak terdiri dari para muda-mudi yang akan pulang setelah petang tiba.pada hari ini, keluarga-keluarga dan teman-teman kembali berkumpul. Kabar terrbaru dan anekaragam informasi, juga orang yang selama ini menjauh di segenap penjuru pun berdatangan lagi. Silaturahmi antar kampung pun terjadi lagi. Seolah ada reuni keci,l reuni di depan Tuhan yang datang dalam rupa paling sederhana: kanak-kanak lemah.semua seolah tersadar, hidup itu agung, tapi mesti dijalani dengan sederhana seperti kesederhanaan seorang anak kecil. Sepanjang tahun, warga dari kampung yang berbeda ini hanya dipertemukan dalam urusan bisnis dll. Sedangkan pada hari ini, semua membicarakan hal yang sama.