Gambar: Dokumen Pribadi |
Di
sini tidak ada iming-iming ‘penemuan’ mengubah air menjadi bahan bakar. Yang
ada hanyalah hasil akhir dari proses perubahan posisi sejumlah massa air:
energi. Perbedaan ketinggian titik, adanya aliran massa air, dengan dibantu
turbin air hasil rancangan dari lab Teknik Mesin Undana, maka keinginan
memanfaatkan air sebagai sumber energi bagi masyarakat di desa Linamnutu pun
terwujud.
Ini
sekelumit catatan yang saya buat hari ini, Kamis 30 Juli 2009. Catatan
perjalanan, bagi saya, bukanlah hal yang benar-benar baru. Sering ditulis oleh
orang-orang yang banyak menjumpai hal asing atau menarik sepanjang lintasan
perjalanan atau di tempat tujuan.
Mungkin
tidak ada pentingnya, hanya untuk memuaskan nafsu membuat cerita tentang
perjalanan pribadi. Satu variasi daripada sekadar bercerita lisan kepada
orang-orang yang dijumpai. Para teknisi, calon teknisi, maupun mahasiswa vak
teknik memang sering dikondisikan untuk bekerja dengan tangan dan alat, bukan
dengan mulut alias melalui pembicaraan. Jadi, tulisan ini bisa menjembatani
informasi dari orang-orang yang jarang bicara itu.
Desa
yang Mati Tanpa Kehadiran Energi Listrik
Linamnutu
adalah sebuah kampung di Kecamatan Amanuban Selatan, Timor Tengah Selatan
dengan penduduk 30-an kepala keluarga. Terletak sejauh 22 km meninggalkan
cabang Batu Putih ke arah selatan. Letak Batu Putih sendiri tercatat sejauh 33
km sebelum memasuki kota Soe.
Sejak
merdeka 65 tahun lalu, kampung itu masih gelap gulita di malam hari. Masyarakat
hidup dari bertani di sawah, memanfaatkan air sepanjang lembah kali Noelmina.
Jaringan PLN sendiri tidak menjangkau tempat ini, hanya berhenti di jarak 15 km
dari kampung ini berada. Satu-satunya jalan penghubung ke kampung itu sangat
berdebu di musim kemarau dan berair di musim hujan.
Rombongan
kami yang berangkat dengan sebuah truk dan dua buah sepeda motor terpaksa
mempercayakan orang lain untuk melewatkan kendaraan itu di sebagian jalan yang
digenangi air beberapa kilometer sebelum memasuki Linamnutu. Pemandangan di
tempat itu sama seperti banjir di musim hujan. Padahal, saat ini masih di
tengah-tengah musim kemarau. Ini akibat dari sistem saluran pengairan yang
kurang baik sehingga banyak air yang tergenang.
Pemandangan
ini kontras dengan kondisi tanah di sekitar bukit yang tampak berbatu dan
sangat tandus. Alam pulau Timor yang gersang memang sudah mewarnai pemandangan
di kiri kanan sepanjang perjalanan tadi. Bukit-bukit berkapur, pohon lontar,
gebang, dan tumbuhan keras lainnya dominan menumbuhi permukaan tanah.
Setelah
masuk cabang Oebobo, sungai Noelmina pun menunjukkan sisi lain keganasannya.
Aliran air membuat jalur yang sangat lebar mengikis kedua sisi sungai sampai tinggal
batu-batu yang tersebar luas mirip pantai laut yang mengering. Debit sungai
yang besar menyebabkan erosi di banyak lokasi sepanjang aliran sungai itu.
Air
sungai itu kini telah dijinakan dengan membuat bendungan Linamnutu yang
diresmikan Taufik Kiemas pada tahun 2004 lalu. Saluran-saluran pengairan pun
dibuat disusul pencetakan sawah-sawah baru. Ribuan hektar sawah sepanjang
dataran rendah memanfaatkan air sungai ini sebagai sumber pengairan.
Pembangunan
Instalasi Turbin
Aliran
air dengan debit besar sepanjang saluran itu tentunya menyimpan tenaga yang
luar biasa. Di salah satu bagian, telah dibuat sebuah saluran menurun setinggi
hampir tiga meter. Tempat itu telah dipasang turbin tipe cross flow hasil
rancangan dari Lab Teknik Mesin Undana dan diproduksi di Bengkel Politeknik
Negeri Kupang.
Pemasangan
turbin ini dilakukan dua tahun lalu. Sekelompok teknisi yang terdiri dari
mahasiswa praktek dan dosen melakukan kegiatan yang dipercayakan kepada mereka.
Peralatan pemasangan semuanya mereka angkut melalui truk, termasuk genset,
mesin las, mesin gerinda dan perlengkapan lainnya.
Rombongan
waktu itu bekerja di bawah arahan Noni Banunaek, dosen Teknik Mesin Undana yang
adalah lulusan dari ITB. Pembuatan dan perakitan turbin pun telah dilakukan
sejak dari bengkel produksi PNK, di lab Teknik Mesin, maupun di lokasi
pemasangan. Alhasil, beberapa mahasiswa mengambil topik itu menjadi penelitian
untuk tugas akhir.
Saya
sendiri tidak ikut dalam rombongan waktu itu, tetapi sebagai pimpinan redaksi
majalah dinding, saya menugaskan seorang kru untuk melaporkan narasi perjalanan
ke lokasi untuk dimasukkan ke redaksi sekembalinya dari sana. Laporan
perjalanan berikut foto-fotonya memakan enam halaman folio sempat dipampangkan
di mading kampus. Tapi kini, dokumentasi teks tersebut hilang karena tak ada
sistim penyimpanan yang baik.
Perjalanan Penulis
Untuk
kegiatan pemasangan dan maintenance hari ini, rombongan kami yang berjumlah
empat orang berangkat pukul delapan pagi dari Kupang. Saya diajak Agus Tokan
yang memang hendak mengambil topik ini sebagai penelitian tugas akhir.
Setelah
membeli bekal dan perlengkapan yang semuanya diangkut ke truk, kami pun
berangkat dengan perjalanan yang memakan waktu lebih dari dua jam. Peralatan
diangkut lewat truk, di antaranya runner bersama poros dan bantalannya, pintu
air, seng, dan empat sak semen untuk mengganti pengecoran pintu air.
Kegiatan
kami dalam dua hari ini adalah membawa turbin itu untuk dipasang kembali,
mengawasi pemasangan pintu air, dan menyelesaikan beberapa kerusakan. Kami
melanjutkan pekerjaan sehari sebelumnya. Pada hari Rabu kemarin, runner turbin
telah dibongkar oleh tim terdahulu dan dibawa ke Lab Mesin Undana untuk
diperbaiki.
Sebenarnya,
pekerjaan ini bukanlah tugas kami. Tetapi kami ikut serta untuk dapat
mengakrabkan diri dengan penggunaan energi alternatif di kalangan masyarakat.
Kami ingin mengetahui bahwa ternyata pemanfaatan energi secara sederhana dapat
dilakukan untuk mengatasi ketergantungan terhadap bahan bakar.
Topik
energi alternatif memang sedang menarik di kalangan mahasiswa teknik mesin.
Apalagi dengan adanya kenaikan harga minyak akhir-akhir ini. Tanpa kenaikan
harga bahan bakar pun, menurut kami, masyarakat pedesaan masih sangat
tergantung pada tenaga manusia dan hewan sebagai satu-satunya sumber tenaga.
Buah dari revolusi industri memang telah memperkenalkan bahan bakar minyak yang
kini harganya kian melambung tinggi, suatu hal yang jelas sulit dijangkau oleh
warga pedesaan.
Selain
topik energi alternatif itu, ada beberapa aspek dari pemasangan itu yang memang
telah kami pelajari dan praktekan. Di antaranya adalah perencanaan bantalan,
poros dan pasak, sabuk dan puli yang kami pelajari pada mata kuliah elemen
mesin. Pembuatan turbin itu sendiri pun melalui proses sederhana seperti
pemotongan sejumlah jenis pelat besi menjadi bagian-bagian kecil. Potongan itu
kemudian disambung kembali menjadi sebuah konstruksi dengan mengelas atau
menggunakan pasangan mur baut, yang tentunya diserahkan kepada kami untuk
mengerjakannya sesuai gambar desain.
Karena
mengambil konsentrasi konstruksi dan perencanaan, kami juga sudah diajarkan
untuk melakukan beberapa analisa gaya dan tegangan. Sedangkan analisa aliran
air pada turbin dibuat oleh rekan mahasiswa dari konsentrasi Konversi Energi.
Beberapa teman memang sedang mengambil topik itu untuk penelitian mereka.
Tiba
di lokasi, kami disuguhi pemandangan indah. Bentangan sawah luas yang telah
selesai dipenen kembali diairi di latar belakang bukit tandus. Saluran air
membentang dari utara ke selatan membatasi
tepian sawah yang hampir rapat dengan salah satu sisi bukit di sebelah
timur. Masyarakat desa yang hidup seadanya telah dibantu melalui proyek
bendungan untuk pengairan yang dikerjakan PT Waskita Karya sejak tahun 2002
lalu.
Kini,
proyek itu telah mengubah wajah desa dengan adanya saluran air ke sawah-sawah
yang lebih teratur. Foto-foto dokumentasi yang sempat saya simpan di web blog
beberapa tahun lalu membuat pemandangan itu tidak asing lagi. Foto-foto itu
kini tersimpan di gadget elektronik. Saya bisa membandingkan pemandangan di
foto yang waktu itu sedang musim hujan. Agak berbeda memang. Sama seperti di
foto, ada sebuah bangunan kecil tiga kali tiga meter didirikan dekat saluran
menurun. Bangunan itu dipakai sebagai sebagai tempat dinamo dan panel listrik.
Menengok
ke saluran air, instalasi turbin ternyata sudah dimakan karat karena sudah lama
ditinggalkan tanpa perawatan. Penstok alias pelat saluran ke bilah turbin
sambungannya tidak bisa lagi dibongkar karena baut pengikatnya sudah tidak bisa
lagi diputar. Salah satu dari empat bantalan penyangga poros runner pun tidak
bisa dibuka sehari sebelumnya karena pasangan murnya sudah dimakan karat.
Bantalan itu terpaksa harus di potong dengan pahat dan gergaji.
Saluran
irigasi itu ternyata tidak hanya dimanfaatkan oleh manusia. Tempat itu adalah
habitat binatang. Ribuan ekor kepiting seukuran ibu jari tangan memadati
saluran dengan arah perjalanan menuju laut. Mereka bersembunyi di lobang-lobang
kecil coran semen di sekitar turbin sampai ujung penstok sebelum meneruskan
perjalanan mereka. Warga desa yang membantu tampak mengumpulkan
binatang-binatang itu untuk dibawa pulang. Mereka menumpuk binatang berkulit
keras itu ke ember masing-masing.
Bekerja
Dibantu Warga
Pekerjaan
pertama kami adalah mengepas kembali runner pada dudukannya. Kami mesti
berendam di air. Airnya memang sedang hangat, sementara angin dingin sedang
bertiup di atas daratan itu.
Dengan
beramai-ramai kami mengangkat runner yang beratnya lebih dari 150kg itu. Runner
memang sudah dipasang pada poros lengkap dengan bantalannya. Meskipun dengan
berat yang cukup besar dan hanya bisa diangkat oleh lebih dari enam orang,
aliran air dengan mudah memutar benda itu di ujung saluran. Benda inilah yang
nantinya mengubah aliran air menjadi gerakan memutar dan diteruskan ke poros.
Kecepatan putar yang dibangkitkannya mencapai 1500 rotasi per menit pada dinamo
setelah melewati empat buah puli.
Runner
itu kami masukkan pada tempatnya dengan susah payah karena penutupnya tidak
bisa lagi dibongkar mengingat pengikat yang menggunakan sambungan mur baut
sudah dimakan karat. Beberapa bagian pelat lalu dipahat untuk memasukkan
runner. Dengan bantuan sejumlah warga yang siap sedia bekerja, kegiatan hari
itu pun selesai.
Sore
harinya, kamu diajak untuk makan siang dengan menu ikan sawah di rumah salah
seorang warga. Rumah itu didiami oleh keluarga besar, bapak dan anaknya yang
sudah berkeluarga juga. Bekal yang kami bawa memang hanya untuk dua kali makan.
Kini kami tinggal menitip membeli makan untuk disiapkan. Pekerjaan menjadi
lebih mudah karena makan tidak kami masak atau cari sendiri, tetapi disiapkan
oleh keluarga yang ramah itu.
Rumah
tinggal keluarga itu hanya beratap rumput dan tanpa kabel aliran listrik.
Sebagian besar manusia memang telah menikmati berlimpah-limpah kemewahan tapi
masih dipertanyakan artinya kemajuan jika masih ada saudara yang masih
bersusah-susah dengan lampu teplok. Pemasangan turbin inilah salah satu cara
untuk membawa tenaga listrik menuju urat nadi kehidupan desa itu.
Tenaga
Listrik dari Turbin Sudah Pernah Dipakai
Tuan
rumah lalu menuturkan bahwa dulu, setelah instalasi turbin itu dibangun, warga
sempat menikmati listrik meski baru tahap percobaan. Beberapa peralatan
elektronik dan lampu pijar sudah bisa hidup dengan aliran listrik yang stabil.
Pengoperasian istalasi listik yang dibangkitkan aliran air itu dipercayakan
kepada seorang warga. Tetapi instalasi yang beroperasi terus menerus selama
sebulan tanpa toleransi terhadap beban yang ditanggung menyebabkan kerusakan di
beberapa bagian. Setelah itu, turbin tidak dapat lagi beroperasi.
Seorang
dosen yang bertindak selaku teknisi dalam kegiatan kami ini mengatakan bahwa
daya yang dibangkitkan istalasi turbin ini mencapai 40kW dengan tegangan
mendekati 200 volt. Daya itu cukup untuk digunakan oleh tiga puluhan kepala
keluarga di sekitar tempat itu, bahkan untuk peralatan listrik seperti gergaji, mesin sekap, atau motor listrik untuk penggilingan padi atau hasil bumi lainnya.
Malam
itu, kami tidur di rumah salah satu warga lainnya yang mempunyai kamar tidur
yang cukup besar. Sebagai orang yang sehari-harinya hidup dengan kemudahan
kota, kami pun lalu merasakan susahnya berada di tempat itu tanpa listrik. Alat
elektronik hampir tak dapat berfungsi. Saya hanya memtoret pemandangan yang
penting saja siang harinya mengingat daya baterai yang hampir habis. Makan
malam pun hanya berlangsung di bawah penerangan lampu teplok. Untuk menelpon ke
Kupang pun kami masih bolak-balik keliling tempat itu untuk mendapatkan sinyal.
Sementara salah seorang teman, Agus Tokan, menderita muntah-muntah karena
keracunan udang. Tak ada obat di tempat terdekat. Seperti biasa, obatnya adalah
air kelapa muda, tapi tak tersedia di tempat itu. Gatal-gatal mendera sekujur
tubuhnya sampai keesokan harinya.
Pamasangan
berlangsung lagi sehari setelah itu. Malamnya, pimpinan rombongan kami meminta
petugas penjaga pintu air bendungan Linamnutu untuk mematikan saluran air
supaya mempermudah pemasangan. Memutar pintu air bendungan dilakukan pada jam
dua dinihari. Menurut penuturan petugas penjaga pintu air, perlu lima puluh
putaran untuk menaikkan pintu sejauh satu sentimeter. Kami pun lelah sendiri
membayangkan pintu air yang mesti dinaikan sampai satu meter itu.
Air
tidak akan lagi mengalir setelah berjam-jam kemudian. Tanpa air yang mengalir,
perbaikan pun bisa dilakukan dengan lebih leluasa. Pekerjaan terakhir adalah
mengecat pelat, mengepas bantalan pada poros, dan mengikatkan baut dari
bantalan ke rangka dudukan. Kami hanya bertiga mengerjakan pekerjaan itu
sementara warga lainnya membantu mengecat dan mengecor pintu air.
Pekerjaan
hendak kami selesaikan hari itu, tetapi ternyata sabuk untuk meneruskan putaran
antara puli tidak pas di tempatnya. Kesalahan penulisan pada kuitansi adalah
biang keladinya. Ukuran sabuk yang sebetulnya bernomor B-90 salah ditulis
menjadi B-97. Artinya, kami tidak bisa langsung memasangnya hari itu. Sabuk
memang mesti didatangkan dari Kupang, mungkin beberapa hari setelah ini,
serempak saat coran semen pada pintu air mulai mengering. Jelas, kami tidak
lagi ikut perjalanan itu.
Tapi
pemandangan desa telah menyisakan sesuatu gambaran yang lain. Kawan saya, Agus
Tokan mengatakan, pembangunan turbin yang sama dapat dilakukan di tempat lain
dengan kondisi yang sama. Tentu saja setelah survey pendahuluan untuk
mengetahui apakah di tempat itu bisa dipasang turbin dan apakah kira-kira
dayanya bisa memadai atau tidak. Sementara dosen sebagai tenaga teknisi kami
mengatakan bahwa sangat sulit untuk mendapatklan tempat dengan kondisi yang
sama, yakni mendapatkan debit air yang cukup besar dan tinggi jatuh air yang
sama.
Instalasi
yang menghasilkan daya 40kW itu memang hanya membutuhkan biaya perawatan, tanpa
tergantung lagi dari bahan bakar, suatu hal yang sangat praktis untuk desa yang
sulit dijangkau itu. Usaha rintisan ini berpeluang untuk dilanjutkan dengan
usaha lainnya, seperti memaksimalkan lagi pemanfaatan tenaga aliran air yang
ada. Banyak sekali alternatif lain untuk membantu mekanisasi pertanian.
Mekanisasi tidak berarti harus tergantung dari bahan bakar dan berbiaya tinggi.
Mekanisasi bisa diwujudkan dengan memanfaatkan sumber tenaga alam, misalnya
dengan memasang kincir untuk keperluan menggerakan alat sederhana.. Alat-alat
sederhana seperti mesin rontok padi, mesin giling, dan alat lainnya bisa
digerakkan dari putaran pada poros kincir. Penerapannya telah banyak dijumpai
di daerah-daerah lainnya.
Tentunya
perancangan alat semacam itu butuh tenaga perencana yang handal. Keberhasilan
pendidikan yang tercermin dari hasil output Pendidikan Tinggi bisa diberi
tanggungjawab untuk melaksanakan misi ini. Tergantung bagaimana keseriusan
menempa diri menjadi teknisi perencana yang handal. (Simpet Soge)
Gambar: Dokumen Pribadi |
Gambar: Lab Teknik Mesin Udana |