Minggu, 09 Agustus 2009

Melirik Air Sebagai Pengganti Bahan Bakar


Gambar: Dokumen Pribadi
Di sini tidak ada iming-iming ‘penemuan’ mengubah air menjadi bahan bakar. Yang ada hanyalah hasil akhir dari proses perubahan posisi sejumlah massa air: energi. Perbedaan ketinggian titik, adanya aliran massa air, dengan dibantu turbin air hasil rancangan dari lab Teknik Mesin Undana, maka keinginan memanfaatkan air sebagai sumber energi bagi masyarakat di desa Linamnutu pun terwujud.
Ini sekelumit catatan yang saya buat hari ini, Kamis 30 Juli 2009. Catatan perjalanan, bagi saya, bukanlah hal yang benar-benar baru. Sering ditulis oleh orang-orang yang banyak menjumpai hal asing atau menarik sepanjang lintasan perjalanan atau di tempat tujuan.
Mungkin tidak ada pentingnya, hanya untuk memuaskan nafsu membuat cerita tentang perjalanan pribadi. Satu variasi daripada sekadar bercerita lisan kepada orang-orang yang dijumpai. Para teknisi, calon teknisi, maupun mahasiswa vak teknik memang sering dikondisikan untuk bekerja dengan tangan dan alat, bukan dengan mulut alias melalui pembicaraan. Jadi, tulisan ini bisa menjembatani informasi dari orang-orang yang jarang bicara itu.

Desa yang Mati Tanpa Kehadiran Energi Listrik
Linamnutu adalah sebuah kampung di Kecamatan Amanuban Selatan, Timor Tengah Selatan dengan penduduk 30-an kepala keluarga. Terletak sejauh 22 km meninggalkan cabang Batu Putih ke arah selatan. Letak Batu Putih sendiri tercatat sejauh 33 km sebelum memasuki kota Soe.

Sejak merdeka 65 tahun lalu, kampung itu masih gelap gulita di malam hari. Masyarakat hidup dari bertani di sawah, memanfaatkan air sepanjang lembah kali Noelmina. Jaringan PLN sendiri tidak menjangkau tempat ini, hanya berhenti di jarak 15 km dari kampung ini berada. Satu-satunya jalan penghubung ke kampung itu sangat berdebu di musim kemarau dan berair di musim hujan.
Rombongan kami yang berangkat dengan sebuah truk dan dua buah sepeda motor terpaksa mempercayakan orang lain untuk melewatkan kendaraan itu di sebagian jalan yang digenangi air beberapa kilometer sebelum memasuki Linamnutu. Pemandangan di tempat itu sama seperti banjir di musim hujan. Padahal, saat ini masih di tengah-tengah musim kemarau. Ini akibat dari sistem saluran pengairan yang kurang baik sehingga banyak air yang tergenang.
Pemandangan ini kontras dengan kondisi tanah di sekitar bukit yang tampak berbatu dan sangat tandus. Alam pulau Timor yang gersang memang sudah mewarnai pemandangan di kiri kanan sepanjang perjalanan tadi. Bukit-bukit berkapur, pohon lontar, gebang, dan tumbuhan keras lainnya dominan menumbuhi permukaan tanah.
Setelah masuk cabang Oebobo, sungai Noelmina pun menunjukkan sisi lain keganasannya. Aliran air membuat jalur yang sangat lebar mengikis kedua sisi sungai sampai tinggal batu-batu yang tersebar luas mirip pantai laut yang mengering. Debit sungai yang besar menyebabkan erosi di banyak lokasi sepanjang aliran sungai itu.
Air sungai itu kini telah dijinakan dengan membuat bendungan Linamnutu yang diresmikan Taufik Kiemas pada tahun 2004 lalu. Saluran-saluran pengairan pun dibuat disusul pencetakan sawah-sawah baru. Ribuan hektar sawah sepanjang dataran rendah memanfaatkan air sungai ini sebagai sumber pengairan.

Pembangunan Instalasi Turbin
Aliran air dengan debit besar sepanjang saluran itu tentunya menyimpan tenaga yang luar biasa. Di salah satu bagian, telah dibuat sebuah saluran menurun setinggi hampir tiga meter. Tempat itu telah dipasang turbin tipe cross flow hasil rancangan dari Lab Teknik Mesin Undana dan diproduksi di Bengkel Politeknik Negeri Kupang.
Pemasangan turbin ini dilakukan dua tahun lalu. Sekelompok teknisi yang terdiri dari mahasiswa praktek dan dosen melakukan kegiatan yang dipercayakan kepada mereka. Peralatan pemasangan semuanya mereka angkut melalui truk, termasuk genset, mesin las, mesin gerinda dan perlengkapan lainnya.
Rombongan waktu itu bekerja di bawah arahan Noni Banunaek, dosen Teknik Mesin Undana yang adalah lulusan dari ITB. Pembuatan dan perakitan turbin pun telah dilakukan sejak dari bengkel produksi PNK, di lab Teknik Mesin, maupun di lokasi pemasangan. Alhasil, beberapa mahasiswa mengambil topik itu menjadi penelitian untuk tugas akhir.
Saya sendiri tidak ikut dalam rombongan waktu itu, tetapi sebagai pimpinan redaksi majalah dinding, saya menugaskan seorang kru untuk melaporkan narasi perjalanan ke lokasi untuk dimasukkan ke redaksi sekembalinya dari sana. Laporan perjalanan berikut foto-fotonya memakan enam halaman folio sempat dipampangkan di mading kampus. Tapi kini, dokumentasi teks tersebut hilang karena tak ada sistim penyimpanan yang baik.

Perjalanan Penulis
Untuk kegiatan pemasangan dan maintenance hari ini, rombongan kami yang berjumlah empat orang berangkat pukul delapan pagi dari Kupang. Saya diajak Agus Tokan yang memang hendak mengambil topik ini sebagai penelitian tugas akhir.
Setelah membeli bekal dan perlengkapan yang semuanya diangkut ke truk, kami pun berangkat dengan perjalanan yang memakan waktu lebih dari dua jam. Peralatan diangkut lewat truk, di antaranya runner bersama poros dan bantalannya, pintu air, seng, dan empat sak semen untuk mengganti pengecoran pintu air.
Kegiatan kami dalam dua hari ini adalah membawa turbin itu untuk dipasang kembali, mengawasi pemasangan pintu air, dan menyelesaikan beberapa kerusakan. Kami melanjutkan pekerjaan sehari sebelumnya. Pada hari Rabu kemarin, runner turbin telah dibongkar oleh tim terdahulu dan dibawa ke Lab Mesin Undana untuk diperbaiki.
Sebenarnya, pekerjaan ini bukanlah tugas kami. Tetapi kami ikut serta untuk dapat mengakrabkan diri dengan penggunaan energi alternatif di kalangan masyarakat. Kami ingin mengetahui bahwa ternyata pemanfaatan energi secara sederhana dapat dilakukan untuk mengatasi ketergantungan terhadap bahan bakar.
Topik energi alternatif memang sedang menarik di kalangan mahasiswa teknik mesin. Apalagi dengan adanya kenaikan harga minyak akhir-akhir ini. Tanpa kenaikan harga bahan bakar pun, menurut kami, masyarakat pedesaan masih sangat tergantung pada tenaga manusia dan hewan sebagai satu-satunya sumber tenaga. Buah dari revolusi industri memang telah memperkenalkan bahan bakar minyak yang kini harganya kian melambung tinggi, suatu hal yang jelas sulit dijangkau oleh warga pedesaan.
Selain topik energi alternatif itu, ada beberapa aspek dari pemasangan itu yang memang telah kami pelajari dan praktekan. Di antaranya adalah perencanaan bantalan, poros dan pasak, sabuk dan puli yang kami pelajari pada mata kuliah elemen mesin. Pembuatan turbin itu sendiri pun melalui proses sederhana seperti pemotongan sejumlah jenis pelat besi menjadi bagian-bagian kecil. Potongan itu kemudian disambung kembali menjadi sebuah konstruksi dengan mengelas atau menggunakan pasangan mur baut, yang tentunya diserahkan kepada kami untuk mengerjakannya sesuai gambar desain.
Karena mengambil konsentrasi konstruksi dan perencanaan, kami juga sudah diajarkan untuk melakukan beberapa analisa gaya dan tegangan. Sedangkan analisa aliran air pada turbin dibuat oleh rekan mahasiswa dari konsentrasi Konversi Energi. Beberapa teman memang sedang mengambil topik itu untuk penelitian mereka.
Tiba di lokasi, kami disuguhi pemandangan indah. Bentangan sawah luas yang telah selesai dipenen kembali diairi di latar belakang bukit tandus. Saluran air membentang dari utara ke selatan membatasi  tepian sawah yang hampir rapat dengan salah satu sisi bukit di sebelah timur. Masyarakat desa yang hidup seadanya telah dibantu melalui proyek bendungan untuk pengairan yang dikerjakan PT Waskita Karya sejak tahun 2002 lalu.
Kini, proyek itu telah mengubah wajah desa dengan adanya saluran air ke sawah-sawah yang lebih teratur. Foto-foto dokumentasi yang sempat saya simpan di web blog beberapa tahun lalu membuat pemandangan itu tidak asing lagi. Foto-foto itu kini tersimpan di gadget elektronik. Saya bisa membandingkan pemandangan di foto yang waktu itu sedang musim hujan. Agak berbeda memang. Sama seperti di foto, ada sebuah bangunan kecil tiga kali tiga meter didirikan dekat saluran menurun. Bangunan itu dipakai sebagai sebagai tempat dinamo dan panel listrik.
Menengok ke saluran air, instalasi turbin ternyata sudah dimakan karat karena sudah lama ditinggalkan tanpa perawatan. Penstok alias pelat saluran ke bilah turbin sambungannya tidak bisa lagi dibongkar karena baut pengikatnya sudah tidak bisa lagi diputar. Salah satu dari empat bantalan penyangga poros runner pun tidak bisa dibuka sehari sebelumnya karena pasangan murnya sudah dimakan karat. Bantalan itu terpaksa harus di potong dengan pahat dan gergaji.
Saluran irigasi itu ternyata tidak hanya dimanfaatkan oleh manusia. Tempat itu adalah habitat binatang. Ribuan ekor kepiting seukuran ibu jari tangan memadati saluran dengan arah perjalanan menuju laut. Mereka bersembunyi di lobang-lobang kecil coran semen di sekitar turbin sampai ujung penstok sebelum meneruskan perjalanan mereka. Warga desa yang membantu tampak mengumpulkan binatang-binatang itu untuk dibawa pulang. Mereka menumpuk binatang berkulit keras itu ke ember masing-masing.

Bekerja Dibantu Warga
Pekerjaan pertama kami adalah mengepas kembali runner pada dudukannya. Kami mesti berendam di air. Airnya memang sedang hangat, sementara angin dingin sedang bertiup di atas daratan itu.
Dengan beramai-ramai kami mengangkat runner yang beratnya lebih dari 150kg itu. Runner memang sudah dipasang pada poros lengkap dengan bantalannya. Meskipun dengan berat yang cukup besar dan hanya bisa diangkat oleh lebih dari enam orang, aliran air dengan mudah memutar benda itu di ujung saluran. Benda inilah yang nantinya mengubah aliran air menjadi gerakan memutar dan diteruskan ke poros. Kecepatan putar yang dibangkitkannya mencapai 1500 rotasi per menit pada dinamo setelah melewati empat buah puli.
Runner itu kami masukkan pada tempatnya dengan susah payah karena penutupnya tidak bisa lagi dibongkar mengingat pengikat yang menggunakan sambungan mur baut sudah dimakan karat. Beberapa bagian pelat lalu dipahat untuk memasukkan runner. Dengan bantuan sejumlah warga yang siap sedia bekerja, kegiatan hari itu pun selesai.
Sore harinya, kamu diajak untuk makan siang dengan menu ikan sawah di rumah salah seorang warga. Rumah itu didiami oleh keluarga besar, bapak dan anaknya yang sudah berkeluarga juga. Bekal yang kami bawa memang hanya untuk dua kali makan. Kini kami tinggal menitip membeli makan untuk disiapkan. Pekerjaan menjadi lebih mudah karena makan tidak kami masak atau cari sendiri, tetapi disiapkan oleh keluarga yang ramah itu.
Rumah tinggal keluarga itu hanya beratap rumput dan tanpa kabel aliran listrik. Sebagian besar manusia memang telah menikmati berlimpah-limpah kemewahan tapi masih dipertanyakan artinya kemajuan jika masih ada saudara yang masih bersusah-susah dengan lampu teplok. Pemasangan turbin inilah salah satu cara untuk membawa tenaga listrik menuju urat nadi kehidupan desa itu.

Tenaga Listrik dari Turbin Sudah Pernah Dipakai
Tuan rumah lalu menuturkan bahwa dulu, setelah instalasi turbin itu dibangun, warga sempat menikmati listrik meski baru tahap percobaan. Beberapa peralatan elektronik dan lampu pijar sudah bisa hidup dengan aliran listrik yang stabil. Pengoperasian istalasi listik yang dibangkitkan aliran air itu dipercayakan kepada seorang warga. Tetapi instalasi yang beroperasi terus menerus selama sebulan tanpa toleransi terhadap beban yang ditanggung menyebabkan kerusakan di beberapa bagian. Setelah itu, turbin tidak dapat lagi beroperasi.
Seorang dosen yang bertindak selaku teknisi dalam kegiatan kami ini mengatakan bahwa daya yang dibangkitkan istalasi turbin ini mencapai 40kW dengan tegangan mendekati 200 volt. Daya itu cukup untuk digunakan oleh tiga puluhan kepala keluarga di sekitar tempat itu, bahkan untuk peralatan listrik seperti gergaji, mesin sekap, atau motor listrik untuk penggilingan padi atau hasil bumi lainnya.
Malam itu, kami tidur di rumah salah satu warga lainnya yang mempunyai kamar tidur yang cukup besar. Sebagai orang yang sehari-harinya hidup dengan kemudahan kota, kami pun lalu merasakan susahnya berada di tempat itu tanpa listrik. Alat elektronik hampir tak dapat berfungsi. Saya hanya memtoret pemandangan yang penting saja siang harinya mengingat daya baterai yang hampir habis. Makan malam pun hanya berlangsung di bawah penerangan lampu teplok. Untuk menelpon ke Kupang pun kami masih bolak-balik keliling tempat itu untuk mendapatkan sinyal. Sementara salah seorang teman, Agus Tokan, menderita muntah-muntah karena keracunan udang. Tak ada obat di tempat terdekat. Seperti biasa, obatnya adalah air kelapa muda, tapi tak tersedia di tempat itu. Gatal-gatal mendera sekujur tubuhnya sampai keesokan harinya.
Pamasangan berlangsung lagi sehari setelah itu. Malamnya, pimpinan rombongan kami meminta petugas penjaga pintu air bendungan Linamnutu untuk mematikan saluran air supaya mempermudah pemasangan. Memutar pintu air bendungan dilakukan pada jam dua dinihari. Menurut penuturan petugas penjaga pintu air, perlu lima puluh putaran untuk menaikkan pintu sejauh satu sentimeter. Kami pun lelah sendiri membayangkan pintu air yang mesti dinaikan sampai satu meter itu.
Air tidak akan lagi mengalir setelah berjam-jam kemudian. Tanpa air yang mengalir, perbaikan pun bisa dilakukan dengan lebih leluasa. Pekerjaan terakhir adalah mengecat pelat, mengepas bantalan pada poros, dan mengikatkan baut dari bantalan ke rangka dudukan. Kami hanya bertiga mengerjakan pekerjaan itu sementara warga lainnya membantu mengecat dan mengecor pintu air.
Pekerjaan hendak kami selesaikan hari itu, tetapi ternyata sabuk untuk meneruskan putaran antara puli tidak pas di tempatnya. Kesalahan penulisan pada kuitansi adalah biang keladinya. Ukuran sabuk yang sebetulnya bernomor B-90 salah ditulis menjadi B-97. Artinya, kami tidak bisa langsung memasangnya hari itu. Sabuk memang mesti didatangkan dari Kupang, mungkin beberapa hari setelah ini, serempak saat coran semen pada pintu air mulai mengering. Jelas, kami tidak lagi ikut perjalanan itu.
Tapi pemandangan desa telah menyisakan sesuatu gambaran yang lain. Kawan saya, Agus Tokan mengatakan, pembangunan turbin yang sama dapat dilakukan di tempat lain dengan kondisi yang sama. Tentu saja setelah survey pendahuluan untuk mengetahui apakah di tempat itu bisa dipasang turbin dan apakah kira-kira dayanya bisa memadai atau tidak. Sementara dosen sebagai tenaga teknisi kami mengatakan bahwa sangat sulit untuk mendapatklan tempat dengan kondisi yang sama, yakni mendapatkan debit air yang cukup besar dan tinggi jatuh air yang sama.

Instalasi yang menghasilkan daya 40kW itu memang hanya membutuhkan biaya perawatan, tanpa tergantung lagi dari bahan bakar, suatu hal yang sangat praktis untuk desa yang sulit dijangkau itu. Usaha rintisan ini berpeluang untuk dilanjutkan dengan usaha lainnya, seperti memaksimalkan lagi pemanfaatan tenaga aliran air yang ada. Banyak sekali alternatif lain untuk membantu mekanisasi pertanian. Mekanisasi tidak berarti harus tergantung dari bahan bakar dan berbiaya tinggi. Mekanisasi bisa diwujudkan dengan memanfaatkan sumber tenaga alam, misalnya dengan memasang kincir untuk keperluan menggerakan alat sederhana.. Alat-alat sederhana seperti mesin rontok padi, mesin giling, dan alat lainnya bisa digerakkan dari putaran pada poros kincir. Penerapannya telah banyak dijumpai di daerah-daerah lainnya.
Tentunya perancangan alat semacam itu butuh tenaga perencana yang handal. Keberhasilan pendidikan yang tercermin dari hasil output Pendidikan Tinggi bisa diberi tanggungjawab untuk melaksanakan misi ini. Tergantung bagaimana keseriusan menempa diri menjadi teknisi perencana yang handal. (Simpet Soge)


Gambar: Dokumen Pribadi

Gambar: Lab Teknik Mesin Udana



 


Comments
4 Comments

4 komentar:

isaac_alie mengatakan...

bagus blognya, kreatif dan terus maju...

Quera mengatakan...

salam kenal sesama Adonara :)

blognya bagus, aku link yahhhh... thankies :)

Petronela Somi Kedan mengatakan...

wah selamat yah,,,,

Simpet Soge mengatakan...

Terimakasih komentarnya. Informasi yang khas dari kita masing-masing bisa membuat isi blog-blog jadi lebih berwarna. Maju terus blogger sedunia!!