Jumat, 01 Oktober 2010

Pesta Perpisahan Sekolah dan Pentas Seni Pelajar



Siapa bilang pesta perpisahan sekolah atau “promnite” tak dikenal di antara pelajar pelajar kita?
Memang, tak mesti di hotel atau lokasi wisata. Tak mesti pula dengan persiapan dan dandanan wah. Tak perlu pula datangkan group band. 
Cukup di halaman sekolah tempatnya. Dengan konsumsi dipersiapkan oleh ibu-ibu sekampung. Dengan rangka panggung dari balok dan papan kayu dengan set dekor oleh seniman kampung. Dengan musik drum dan gitar listrik milik kelompok pemuda. Dengan panitia dari BP3 dan guru-guru. Jadilah acara itu. Tapi ini cerita dulu…tradisi saat saya masih SD dan waktu-waktu sekitar itu!
Yang datang tentu saja 90 persen dari warga empat kampung kami. Maklum, di wilayah desa saya hanya ada satu-satunya SD INPRES kesayangan kami ini. Acara ini adalah acara dengan peserta rombongan belajar yang hampir sama tepat enam atau lebih tahun sebelumnya. Pada awal masuk SD, orang-orang yang sama diantar ke SD ini dalam upacara apel penyerahan. Pesertanya adalah ibu-bapak dari anak sekolah di sini. Kini, dalam rangkaian upacara yang hampir sama, hal sebaliknyalah yang dilaksanakan. Sekolah mengembalikan anak kepada orang tuanya.
Tema acara ini tentunya adalah pengucapan salam perpisahan kepada kakak kakak kelas 6.
Salah satu tema yang sempat saya ingat adalah “Apakah perjuangan kami punya arti atau tidak? Andalah yang menentukan!” Konon, kalimat ini adalah kutipan rekaman yang diputar di lubang buaya sebagai pesan Pahlawan Revolusi kepada para pengunjung yang notabenenya adalah penerus perjuangan mereka. Kini, pesan yang sama diulang di pelosok Adonara sebagai pesan dari para guru kepada sejumlah putra putri yang lahir dari sebuah SD kecil di pelosok. Tema yang sama pun pernah dipakai pada perpisahan senior-senior kami di SMAN I Larantuka. Kebetulan pada waktu itu, saya termasuk panitia dan usulan tema itu asalnya dari saya, mengikuti tema acara SD saya dulu.
Apakah ini benar pesta pelajar? Iya. Pentas seni semuanya adalah tanggungan pelajar SD. Mereka sendirilah yang mengorganisasikan dan mengatur latihan dengan bantuan pemuda-pemudi, memutuskan kostum yang mereka pakai, mengatur jadwal latihan, menyusun komposisi peserta, sampai mendaftarkan sesi acara mereka kepada panitia.
Saya catat, aktivitas saya yang berhubungan dengan seni adalah ketika saya, Vitus Pehan, dan Dami Daruk tampil membawakan puisi Taufik Ismail berjudul “Tiga Anak Kecil” waktu kelas 1 SD di hadapan ratusan pasang mata. Nervous sih, tapi langsung tenang saat disodor kue-kue di belakang panggung. Warga pun biasanya mengapresiasi baik kegiatan seni yang ditampilkan. Mereka membicarakan isi fragmen, lagu dan tarian dari pementasan yang sebagian besarnya berisi sesuatu dari dunia keseharian mereka. Oh, ya. Pernah salah satu lawakan dari acara ini berjudul “Beli Pisang” saya tulis ulang dan berada di posisi pertama lomba mentulis di Majalah Dinding SMAN1 Larantuka. Hmmmm hahaha! Plagiat ni….!
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar: