Panjang perjalanan, panjang pula perbincangan bagi penumpang, eh tidak, pejalan kaki. Beberapa waktu lalu saya sempat beriringan dengan beberapa pejalan kaki menuju kampung. Yang ibu-ibu menjunjung bawaan mereka di atas kepala, sedang yang bapak menggunakan bahu mereka yang kokoh. Mereka dari kebun, jadi bukan dari tempat keberangkatan saya. Nah, jadi berbagi cerita adalah hal yang saya tunggu-tunggu.
"Petang kemarin ramai di sana," tutur yang satu, menyebut nama tempat yang sudah sama-sama kami kenal. Hmm, rupanya ia menjawab keinginan saya.
"Beberapa warga kampung tetangga kita mendatangi pondok yang di sana," lanjutnya.
"Beberapa warga kampung tetangga kita mendatangi pondok yang di sana," lanjutnya.
Cerita berupa kata-kata hanya sedikit, tetapi kami tentu saja sudah paham jauh melampaui kata-kata. Toh, ini kan kampung kami, kampung saya juga. Jadi, saya mengerti apa yang terjadi.
Jalanan menanjak dan berlumpur adalah teman obrolan kami, jadi bukan halangan.
Jalanan menanjak dan berlumpur adalah teman obrolan kami, jadi bukan halangan.
Oh, ya. Teman-teman, keramaian kemarin sore yang dimaksud adalah bahwa sejumlah orang sedang berlatih sole oha. Pemilik kebun adalah guru mereka. Mereka melakukannya di kebun, karena mereka mesti melakukannya di sela-sela waktu kerja. Dan lokasi kebun tersebut bukan dalam jarak dekat. Warga dari kampung lain, meski masih dalam satu desa, rela beramai-ramai menuju tempat belajar di pelataran pondok, disaksikan oleh rimbunan daun jagung yang melambai.
Bukan kali ini saja “perguruan” itu dijalankan. Belajar sole oha sudah sering dilakukan. Mereka merangkai kata-kata dengan irama yang disesuaikan dengan langkah kaki. Contoh yang diberikan sang guru pun ditiru. Kreasi-kreasi baru pun dibuat, dan jika diterima, pasti bisa ditampilkan. Dan kehadiran pria maupun wanita yang mahir sole oha akan sangat ditunggu ketika ada pesta-pesta di kampung, di mana pada saat itu berhimpun warga kampung maupun putra putri dari kampung itu dari berbagai usia, kedudukan, profesi, maupun tempat tinggal.
Para seniman kata itu mengungkapkan peristiwa hari ini, kemarin, dan akan datang, menyingkap moral cerita dan peristiwa, serta menuturkan cita-cita luhur dari pribadi yang telah mereka kenal. Semuanya dibalut dalam irama dan nada. Itulah sole oha.
Para seniman kata itu mengungkapkan peristiwa hari ini, kemarin, dan akan datang, menyingkap moral cerita dan peristiwa, serta menuturkan cita-cita luhur dari pribadi yang telah mereka kenal. Semuanya dibalut dalam irama dan nada. Itulah sole oha.