Ini kejadian beberapa waktu lalu. Pas asyik-asyiknya ketik tugas, tiba-tiba lampu padam. Biasalah, listrik PLN sering byar pet. Tapi, kok padamnya lama sekali?? Setelah Ririn cek ke meteran, ia baru bilang: “pulsanya habis!”. Ririn teman saya yang buka usaha rental komputer di sini.
Wah, ingin tahu apa itu pulsa listrik. Tapi mau tanya ke Ririn pasti sia-sia. Ia malas beri penjelasan. Makanya, ketika Ririn hendak beli itu pulsa, saya minta ikut. Belinya di satu kios pinggir lapangan kampung sini.
“Ini diutnya!” kata Ririn pas sampai sambil duduk sandar di motornya.
“Saya jadi suruhan ni,” kelakar saya.
Yah, sebagai adik, saya menurut saja. Tapi hitung-hitung, sapaya saya bisa mengerti bagaimana prosesnya beli pulsa listrik itu.
Ririn beri saya uang dua puluh ribuan dan secarik kertas dengan sederet nomor. Barangkali, itu nomor ID untuk meterannya.
“Beli token, Mas!” kata saya ke penjaga kios persis seperti yang diajarkan Ririn.
“Mana nomornya?”
Saya kasih nomornya. “Minta yang dua puluh ribu, Mas” lanjut saya, mengutip kata-kata saya ketika beli pulsa telepon genggam.
Setelah dua menit menunggu, panjaga kios bawa keluar secarik kertas lain seukuran karcis masuk pelabuhan. Di dalamnya tertera total pembayaran Rp. 20.000 dengan rincian pembayarannya, juga sederetan panjang “nomor token”. Nomor inilah yang akan dimasukkan ke meteran.
Kembali ke tempat Ririn, “nomor token” saya masukkan lewat tombol-tombol di meteran. Setelah semua nomor masuk, saya tekan enter. Pada layar meteran lalu tertulis: “DITERIMA” Dalam sekejap, listrik menyala kembali.
Lebih mahal?
Memang lebih mahal, tapi tak semahal yang diduga. Soal harga kWH tentu sama, karena tarif dasar listrik (TDL) di mana-mana sama untuk meteran biasa maupun yang prabayar. Listrik “pulsa” lebih mahal Rp. 1.600 untuk administrasi bank, terrmasuk untuk bayar petugas penjual “pulsa” ini.
Bisa berhemat?
Anda bisa berhemat pemakaian karena anda membayar dulu baru memakai. Demikian kata Bartolomeus Belawa yang juga menggunakan tiga meteran pulsa untuk rumahnya dan dua rumah kontrakan miliknya di bilangan kota Waiwerang. Katanya, setiap kali lampu padam, ia bisa mengisi kembali pulsanya Rp 20.000. Menurutnya, pemakaiannya kini berkisar sekitar Rp 50000 per bulan meski pemakainnya tergolong tinggi. Ia memakai magic jar, mesin cuci, dan kadang menggunakan peralatan bengkel.
Kemudahan:
· Jika pada meteran biasa, pembayaran dilakukan serentak pada rentang waktu tertentu yang menyebabkan munculnya antrian. Pada pulsa prabayar, pulsanya bias diisi kapan saja.
· Membuka lapangan kerja baru. Ada pekerjaan baru, yaitu penjual pulsa listrik.
· Loketnya lebih banyak. Bisa di kantor pos, di Telkom, di bank, di kios penjual pulsa dll.
· Anda bisa menyuruh siapa saja di mana saja di seluruh Indonesia untuk bayar listrik anda. Pas listrik padam, bilang saja:
“Minta pulsa mas!”
“Pulsa apa? Listrik apa telepon?”
Nah. Tinggal tunggu nomor tokennya dikirim, lalu hidupkan meteran anda.
· Menghindari kesalahan pencatatan. Tak ada salah catat meteran, sebab semuanya telah dilakukan oleh komputer yang saling terhubung.
· Meniadakan kerja petugas pencatat.
Kerugian:
· Saat mau beli pulsa, seringkali dikatakan: “pulsanya habis”. Wah, mesti cari ke tempat lain deh.
· Menghilangkan lapangan pekerjaan. Di saat lapangan pekerjaan begitu susahnya, ada lagi profesi yang hilang, yakni “petugas pencatat meteran”. Sederetan mesin komputer dengan angkuh menyatakan diri siap menggantikan ribuan petugas pencatat itu di seluruh Indonesia itu.