Rabu, 05 Desember 2012

Pledo: Desa yang Punya Perpustakaan Sendiri


Perpustakaan Pledo saya dengar pertama kali waktu masih tinggal di Kupang. Saya masih ingat waktu itu teman-teman kita dari Ikatan Mahasiswa Witihama (IMW) Kupang di bawah komando Ama Trisno dan ama Nelis Tokan mengumpulkan sejumlah besar buku. Mereka dekati perpustakaan Negara, Gramedia, Toko Buku Suci, dan juga warga untuk bisa menyumbang buku. Dipaketkan dengan kegiatan seminar dan pameran pendidikan, kegiatan mereka sukses terselenggara di kampung. Sejumlah besar buku akhirnya disumbangkan ke perpustakaan desa ini untuk menambah koleksi.
Setidaknya dari sinilah terdengar bahwa di Adonara terdapat juga perpustakaan desa selain perpustakaan sekolah yang biasanya tidak dapat diakses umum. Selama ini, saya hanya tahu ada Perpustakaan Daerah Flotim.
Sumber gambar: http://www.facebook.com/perpustakaan.witihama
Di masa awal SMA saya, sekitar tahun 2002, Perpusda Flotim ini lokasinya amat strategis. Di dekat perempatan terminal Larantuka, berhadapan dengan toko buku Nusa Indah (kini gedung OMK) dekat Katedral. Tak banyak yang tahu tentnag keberadaan perpustakaan ini.
Pernah, seorang pria sangat senang ketika saya beritahu bahwa buku yang saya pegang saya pinjam di Perpusda. “Terimakasih ya. Akhirnya saya tahu kalau kita punya perpustakaan di dekat sini” katanya cengengesan. Ia ‘orang asing’ bagi saya. Mungkin lama menjalani masa hidupnya di luar. Padahal ketemunya di perjalanan dengan perahu motor dari Larantuka ke Waiwadan. Pastinya ia tetangga kampung saya.
Perpustakaan daerah ini, waktu itu koleksinya tak banyak kalau tak dikatakan super minim. Hanya ada beberapa buku tua, juga buku bekas anak kuliahan hukum dan humaniora. Kini, kabarnya, letak perpustakaan ini telah pindah ke dekat pasar baru di Pohon Bao. Sementara lokasi lama sudah dijadikan rumah makan. Kalau buku tamu masih pakai yang lama, pasti nama saya masih ada di sana hehehe.
Ada tempat baca-baca yang lainnya. Ini bacaan ringan buat anak-anak dan remaja. Bukan perpustakaan, tetapi tempat persewaan buku dan majalah. Dulu, sering saya lama mangkal di sana. Meski tak cukup banyak, hitung-hitung cukuplah bagi anak sekolahan untuk mengisi waktu senggang. Ada bacaan novel, komik, juga majalah. Waktu SMA, majalah HAI memang cukup menarik mata hingga sering saya pinjami. Kini, persewaan buku itu tampaknya hilang dari bumi Larantuka.
Kembali ke pokok kita, soal perpustakaan Pledo ini. Katanya, ide perpustakaan ini datangnya dari para perantau di seberang lautan. Kak Hila, putra Witihama yang kini berdomisili di benua tetangga, Australia. Dari sejumlah keterangan didapat bahwa ide ini datang darinya. Ia juga sempat mengorganisir penggalangan dana dan pengadaan fasilitas.
Hasilnya, benar-benar mengagumkan. Salah satu ruangan di Kantor Desa Pledo dimanfaatkan menjadi perpustakaan ini. Lokasinya terletak tepat di bagian depan, langsung tampak papan namanya terlihat dari lorong.
Karena memendam keinginan untuk ke sana, sempat beberapa waktu lalu merapat ke lokasi tersebut. Kebetulan, seorang teman yang sedang penelitian sedang mengambil data di sama, dan saya beralasan menemaninya.
Ruangan bersih, tertata rapi. Ada rak-rak buku tersusun merapat ke dinding. Buku-buku dikelompokkan dalam kategori masing-masing. Seperti di perpustakaan lainnya, setiap sampul dilengkapi dengan pernomoran katalog. Artinya, perpustakaan kecil ini dikelola secara benar-benar professional. Tampak beberapa orang sedang melihat-lihat koleksi itu ketika kami tiba pada Jumad pagi itu.
“Tidak hendak masuk?” tanya teman saya, yang memang asli Witihama. Saya hanya berat melangkah karena papan nama itu tertulis perpustakaan desa. Dan saya bukan warga desa ini.
Seandainya ada informasi bahwa ruangan tersebut boleh diakses umum, dari pagi saya sudah di dalam sana, bukan duduk melongo di emperan sini sementaraa si teman pasang aksi kayak wartawan perang, lengkap dengan kamera dan alat perekam sebesar ibu jari di dalam sana. Dasar peneliti!
Para petugas di sana ramah. Tampak dua wanita, mereka mungkin pengurus desa, beberapa pria, dan kades sendiri yang sedang meladeni teman saya tadi.
Sekali, sang Kades menanyakan apa urusan saya. ‘Menemani orang penelitian’ kata saya. Padahal, mata saya dari tadi kentara melotot terus ke rak-rak buku di dalam sana.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar: