Senin, 10 Desember 2012

Pameran Ciamik Memikat Mata

Gambar: http://ziplinegear.biz


Wah, ada pameran nih, mampir dulu ya. Di lantai satu Perpustakaan Negara Kupang. Penyelenggaranya keren-keren boy. Belum lagi soal barang yang dipamerkan. Beda dengan Ogut. Belum makan dari pagi, kiriman dari kampung yang belum tiba, baju yang belum dicuci dari dua hari lalu, dan celana jeans yang sobek-sobek.
Samperin aja dulu (pake logat sinetron).
Ternyata pamerannya dari anak-anak arsitek dan informatika. Beberapa set komputer digelar di sana seperti barang dagangan. Juga maket bangunan yang bikin ckckckck. Desain bangunan yang asyik punya. Itu kesan kalau kamu muka baru di pameran periodik ini. Tapi kalau pernah ikut sekali dua kali, mungkin beberapa maketnya ketahuan cuma tayang ulang sehingga tidak greget lagi.
Ada desain bangunan dengan gaya tradisional. Tiga dimensi. Ada juga yang dua dimensi. Dan yang cukup bikin ramai adalah tayangan multimedia dari konsep-konsep arsitek modern yang ditayang di layar lebar dengan alunan musik dan suara narator. Dari suara narator yang casciscus, pasti multimedia ini bukan bikinan sendiri, melainkan dicopy saja dari kepunyaan konsorsium asing di luar sana. Tak apalah. Namanya juga pameran.
Sejenak batin terpukau dengan anggunnya dunia anak-anak arsitek itu. Lalu menyusul, --seperti ada magnet-- mata pun terpikat ke layar komputer di salah satu pojokan.
Apa saja di sana? Periksa dong.
Asyik. Ada Matlab. Matlab doang.
Utak-atik sedikit keyboard, memastikan bahwa itu memang Matlab. Yang dasar-dasar saja tentu. Bikin susunan  matriks lalu pasang perintah untuk cari identitas, diskriminan, dan lainnya. Maklum, kalau pakai cara manual ‘kan cuma bisa cepat untuk matriks ukuran kecil. Paling kuat 5x5. Nah, kalau 10x10, boleh bermanja-manja dengan si Matlab ini. 
Selanjutnya, karena tak bisa apa-apa lagi di depan layar, ya ketik perintah demo. Dengan perintah ini di Matlab, kita bisa bikin demo sejumlah perintah di Matlab dengan eksekusi yang tayang live. Tentu saja itu untuk perintah operasi yang sulit yang mungkin hanya diakrabi oleh anak-anak matematika. Tidak mengerti tak apalah buat jurusan lain. ‘Kan cuma untuk dilihat-lihat, yang konon adalah salah satu tujuan penyelenggaraan pameran seperti ini.
Lepas dari sana, menyusuri ke stand berikut. Ada satu lagi komputer di stand dekat pintu masuk langsung yang terlihat dari icon di layarnya memberitahu kalau ada autoCAD di sana. Asyik. Bisa saya pakai senang-senang.
“Ini boleh dipake?” Tanya saya.
“Boleh, boleh” jawab gadis-gadis penjaga stand itu.
Ambil posisi. Mau bikin gambar apa? Mula-mula bereksperimen dengan gambar bangunan tradisional. Tiga dimensi. Tidak rugi di semester awal sudah bertapa di perpustakaan negara menyalin dan mendalami perintah-perintah dasar AutoCAD. Saya malah punya buku catatan tebal untuk menyalin perintah-perintah tersebut, lalu puluhan jam pun penah saya habiskan untuk berlatih di lab computer gedung fisika FST. Latihan di situ saya buat dari catatan perpustakaan. Maklum, saya tidak punya komputer sendiri.
Tangan langsung utak-atik perintah langsung dari keyboard. Biar epic, lagian kalau cuma klik klak ‘kan tidak seru buat pasang koordinat. Tidak jauh beda dengan mencoba-coba saja.
Ternyata aktivitas yang ini ada efeknya juga karena program ini belum populer digunakan teman-teman di Fak Teknik sekalipun. Tuh cewek-cewek penyelenggara yang sedari tadi cuek bebek kini malah mengerubut seputar layar. Saya jadi heran, komputer ini punya mereka kan? Kok baru tahu ya? Sudah bisa diramalkan tentu, mereka anak-anak informatika yang masih asing dengan aplikasi yang ini. Mahirnya mereka tentu seputar C++, Borland, dan lainnya yang bagi saya adalah bahasa makhluk astral. Yang mahir aplikasi di depan layar kini paling cuma anak mesin dan sipil. juga beberapa orang yang berminat ambil kursus.
“Menggambar apa Dik?” tanya kakak-kakak itu.
Dengan isyarat tangan, saya menunjuk maket salah satu bangunan. Tahu sajalah. Gambar tiga dimensi tentu memikat buat mata. Tapi bosan juga lama-lama, lagian saya mesti sadar jurusan saya bukan di situ. Tak akrab dengan maket bangunan, saya ganti layar. Bikin gambar elemen mesin. Yahuu. Roda gigi. Lengkap dengan poros, dan bantalan.
Ada tambahan lagi dua cowok penyelenggara yang juga setia mengamati layar. Tak perlu kenalan. Ini pameran, dan saya cuma pengunjung biasa. Saya yang harus jadi raja di sini. Pengunjung raja kan? Daripada kena marah si Boss karena pengaduan dari pengunjung. 
Nah, ini yang saya tunggu-tunggu. Datanglah tiga orang anak-anak. Makin meramaikan, apalagi ini adalah tontonan menarik. Seorang pria duduk mengutak-atik keyboard dan layar komputer menampilkan gambar rancangan roda gigi. Diputar-putar, dibikin warna, ganti tampilan dengan wireframe dan solid.
“Wah, asyik tuh kak”. Komentar anak-anak terpesona. Ternyata kita bisa gambar di sini. kata mereka.
Bisa dong kalau mau belajar.... Proses menggambar pun berlanjut.
“Dik, nanti kalau besar kuliahnya di teknik saja ya” kalimat pamungkas dari mulut saya yang keluar saat itu. Supaya pembaca tahu, jurusan teknik itu sepi peminat apalagi jurusan saya di teknik mesin.
Nanti keren seperti kakak, bisa bikin model roda gigi di komputer.
Oke. jawab anak-anak itu.
Sudah ya pesan iklannya. Kakak mau pergi. Bangun dan melangkah ke lantai atas. Berburu bacaan.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar: