Senin, 07 Oktober 2013

Kuyub Basahmu

Buku kumpulan puisi ini saya dapat dari anak Timor, Bung Deo Parera yang sengaja datang jauh-jauh ke Larantuka untuk menghadiri sebuah event sastra. Ada sembilan puluh puisi Bung Ishack Sonlay dalam buku ini.
Coba lihat baris demi baris yang saya kutip dari salah satu halaman:

“Lampara di pantai Timor
Tempat kita gantung kaki
Nyanyi Sioh Mama
Sambil hitung ikan dan lontar
Untuk cukup hidup sehari
Dua hari lalu ada pesta di Salore
Sakit hati e, lihat orang menari bertukar pantun
Sambil bernyanyi tanam jagung….”


Jadi…… kalau mau buku kumpulan puisi yang citarasa temporer ‘Tana Timor’ -nya kena, ini dia nih salah satunya. Sempat saya bilang temporer karena sebagian besar puisi masih suntuk dengan suasana di era belakangan dengan gaya bahasa yang lumayan populer dan mendapat imbas mass media. Sehingga kalau mau cari konotasi yang diakrabi oleh sastra lisan setempat yang umurnya telah puluhan atau ratusan tahun, maka buku ini belum begitu menjawab. Memang, meski dengan isi yang menceritakan kehidupan kepulauan kita, langkah sang penulis telah jadi loncatan yang jauh melewati jejak pendahulunya: puisi lisan. Jenis yang disebut belakangan selalu terikat dengan irama serta rima. Lagipula, jenis ini masih nyaman dengan bentuknya semula dan belum lanjut melangkah, dan kelihatan bahwa apresiasi sastra ini mulai pudar di kalangan generasi yang begitu terkooptasi dengan pendidikan ala tradisi literaris Barat.
Sempat dalam obrolan dengan Ama Pion Ratuloly dalam event yang sama, puisi lisan sering dibawakan dalam peristiwa-peristiwa titik balik kehidupan manusia seperti pada acara perkabungan di mana ada kehadiran sejumlah besar orang. Memang, bentuk lisan membuatnya diapresiasi terbatas pada peristiwa-peristiwa tersebut. Peralihan ke bentuk literal tampaknya perlu usaha tambahan dan kreatifitas, dan terutama didahului identifikasi ilmiah (dan ini bukan beban kerjanya sastrawan!) ke dalam jenis-jenis tertentu sastra daerah dengan bahasanya masing-masing. Tetapi yang nyata, ikatan penciptaan sastra ini dalam irama dan rima dikenal dalam wilayah tradisi manapun.
Walau dengan setumpuk fakta di atas, keberadaan terbitan serupa “Kuyub Basahmu” ini masih jadi barang langka karena buku-buku sastra dari jenis maupun segmen pendukung budaya secara teritori wilayah ini nyatanya masih jarang kalau tidak kita katakan sukar kita jumpai.
Mengenal negeri ini bisa kita lakukan dengan melewati lorong-lorong mempesona yang penuh jejak para seniman kita: puisi. Dan kalau adik-adik atau anak-anak kita boleh kita ajak menelusuri jejak-jejak tersebut, buku ini cocok untuk hadiah ulang tahun mereka. (Kok melantur yah J)

Judul                     : Kuyub Basahmu
Penulis                  : Ishack Sonlay
Penerbit                : Indie Book Corner, Yogya.
Cet I                      : 2013
Jumlah halaman    : 92+xxi
ISBN                     : 978-602-95-3
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar: