Sabtu, 02 Desember 2017

Eki dan Lako, Cerita Rakyat dari Lamaholot

Di dalam hutan rimba Dua Bele, tinggallah dua ekor binatang bernama Eki dan Lako. Eki adalah nama dari seekor kera dan Lako adalah nama seekor musang. Mereka berdua sebenarnya bukan sahabat karib. Tetapi  pagi hari itu ketika hendak pergi mencari makan, mereka berdua bertemu di ujung jalan yang sama. Mereka pun menyadari bahwa perjalanannya searah, sehingga jadilah mereka sepakat untuk mencari buah dan berburu di wilayah yang sama.
Musang  sama sekali belum mengenal bahwa kera partnernya adalah binatang yang sangat malas dan mau enaknya sendiri. Tabiat si kera memang  tidak ingin bersusah payah tetapi selalu rakus kalau mendapati makanan.
Setelah kesepakatan dibuat, keduanya pun pergi bersama-sama. Pertama sekali, mereka menyergap serombongan burung puyuh yang sedang mencari makan di semak-semak. Musang dengan kecepatan geraknyanya diam-diam memburu burung puyuh itu, membunuhnya beberapa ekor, lalu menyembunyikannya di bawah dedaunan. Sementara kera hanya bermalas-malasan dan menonton saja. Ia tak membantu sedikitpun ketika si musang membersihkan bulu burung-burung itu.
Selesai mengurus daging puyuh itu dan kemudian mengumpulkannya di tempat tersembunyi, keduanya kembali bepergian sekeliling hutan. Berjumpalah mereka dengan sebatang pisang hutan di dekat situ. Pisang tersebut telah ranum dan siap dipetik.
"Ayo kita kumpulkan buah -buah pisang ini dan kita bawa pulang untuk keluarga kita," ajak si Lako sambil meloncat ke atas pohon pisang.
"Ayolah, Lako. Nikmati saja dulu buah pisang yang enak itu. Sisanya boleh dibawa pulang," kata Eki. Eki kemudian dengan cueknya menyantap buah-buah pisang itu.
Lako tidak mau menyantap buah pisang saat itu.  Ia memetik buah itu dengan hati-hati, lalu turun ke tanah untuk mengumpulkannya di sana.
"Ayolah, Leki, bantu saya. Sebentar lagi malam datang. Atau kalau mau, kamu bisa bantu memotong-motong daging puyuh yang di sana," Lako meminta pertolongan Eki.
"Jangan ganggu saya, saya lagi menikmati buah pisang yang enak ini," balas si Eki.
Terpaksa musang pun bekerja sendirian. Setelah selesai memetik pisang dan mengumpulkannya di atas tanah, musang pun memotong daging puyuh dan menyisihkannya. Tinggal satu pekerjaan lagi, menganyam kantung dari daun kelapa yang dalam bahasa Lamaholot disebut 'kewowo'.
Dengan sabar, Lako mencari daun kelapa. Ia membelah pelepah itu di tengah-tengahnya dan menganyam sendiri kantung dari daun itu. Tetapi ia menganyam dua kantung yang berbeda. Kantung milik Eki dibuatnya dengan anyaman yang longgar sehingga penuh lubang-lubang, sementara kantung miliknya sendiri dianyamnya dengan rapat.
"Sekarang, sudah selesai kantung ini saya anyam. Ayo kita isi hasil buruan kita hari ini," si Lako mengajak Eki. Si Eki pun senang melihat semua pekerjaan telah beres. Ia lalu meloncar turun dari pohon pisang tempatnya makan dan tidur sepanjang setengah hari itu.
Mereka membagi hasil perolehan mereka hari itu dengan adil, lalu menyimpan buah dan daging dalam kantong masing-masing. "Matahari hampir tenggelam, ayo kita pulang." ajak kera sambil menggantung barangnya pada sebuah kayu pukulan.
"Ayo!"
"Tapi, lewat jalan manakah engkau akan pulang, saudaraku? Lewat jalan ayahmu atau lewat jalan ibumu?" bertanyalah si Lako.
Dalam dunia binatang, perjalanan lewat dahan pohon disebut 'amak rarane' yang artinya jalan milik Bapak. Jalur perjalanan ini melintas jauh di atas sana, melewati dahan-dahan pohon yang tinggi menjulang menantang langit. Sementara jalur di bawah disebut 'inak rarena' yang artinya jalan Ibu. Jalan ini diambil melintasi tanah, di atas tubuh ibu bumi.
"Go kala amak rarane" begitu kata si kera Eki. Artinya, kera Eki memilih jalur bapaknya. Ia akan meloncat dari satu dahan ke dahan yang lain. Sementara si Lako memilih jalan ibunya. Ia akan meloncat dari satu batu ke batu yang lain dan terkadang melintas di jurang dan tanah yang licin.
Keduanya pun kembali menuju rumah masing-masing. Kera dengan cepat segera meloncat pergi menaiki pohon. Kantung hasil buruan ia pikul di bahunya. Ia berada jauh di atas sana, sementara lako dengan diam-diam menyusuri jalan di bawah tanah.
Lako sudah memperhitungkan bahwa setiap kali kera meloncat, satu buah pisang atau satu potong daging setidaknya akan jatuh ke atas tanah karena anyaman milik si Eki longgar. Banyak terdapat lubang di sana-sini.
Ketika kera pertama kali meloncat, Eki mendengar bunyi benda jatuh di atas tanah.
"Hai Lako sahabatku, benda apakah yang jatuh itu?" tanya Eki.
"Itu bunyi buah kung* yang jatuh menimpa tanah" kata Lako. Buah kung adalah buah yang rasanya sangat tidak enak dan hanya disukai oleh burung-burung.
"Oh, rasanya sangat tidak enak. Biarlah ia terbuang di sana." sahut si Eki. Ia sendiri tak sadar bahwa justru barang bawaan di kantungnya yang jatuh.
Ketika ia meloncat lagi, terdengar lagi bunyi benda jatuh di atas tanah.
"Lako sahabatku, benda apa itu yang jatuh?" tanya si Eki lagi.
"Itu buah kung yang jatuh." sahut Lako.
"Oh, rasanya memang tidak enak" balas Eki.
Si Eki melompat lagi, sementara si Lako mengumpulkan buah dan daging yang jatuh.
Kejadian tersebut berlangsung terus menerus sepanjang perjalanan pulang. Lalu, di persimpangan jalan menuju rumah masing-masing, keduanya pun berpisah.
Ketika hendak mencapai rumahnya, si Eki terlebih dahulu mampir ke sungai kecil untuk membersihkan diri. Tetapi sebelumnya, ia memeriksa dulu kantung hasil buruannya. Ternyata kantong itu kosong melompong! Ia terpaksa memungut batu-batu kali itu dan mengisinya ke dalam kantong berburunya itu.
Saat tiba di rumah, ia memasukkan batu-batu itu ke dalam periuk, memasukkan air dan menjerangnya di atas tungku. Ketika istri dan anak anaknya bertanya, ia mengatakan bahwa hasil buruannya hari itu sedang dimasak. Tetapi binatang yang ia tangkap badannya hanya penuh tulang-belulang. Tulang-belulang yang keras itu tidak dapat dimakan, jadi hanya dapat dicicipi kuahnya saja.

Sementara di rumahnya, Lako yang rajin itu bersuka ria dengan keluarganya. Ia memperoleh hasil buruan yang berlipat. (Sumber: Cerita rakyat. Ditulis oleh Simpet Soge)

*Kung: pohon Loa (Nama latinnya Ficus racemosa)
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar: