Selasa, 26 Juni 2018

"Atas-bawah", Timur-barat dalam Bahasa Harian di Flotim

Di acara TV, Abdur Lamakera pernah menyitir istilah atas dan bawah di Larantuka. Iya, kalau anda pertama kali turun di terminal Larantuka, para kenek maupun sopir angkot selalu menanyai arah tujuan kepergian anda. Siapa tahu anda menggunakan jasa angkutan mereka.  Tapi jangan bingung ketika mereka bertanya, atas ka? atau bawah ka?
Atas bukan berarti lewat pesawat terbang saudara-saudara. Atas yang dimaksudkan adalah menuju ke arah timur kota Larantuka. Sementara arah bawah berarti ke arah barat kota. Larantuka adalah kota kecil yang jalur angkotnya hanya melayani arah atas dan bawah ini. Arah atas berarti menuju ke Weri atau pasar baru, sementara arah bawah menuju ke Balela atau Waibalun.
Pertanyaannya, kenapa mereka menggunakan arah atas dan bawah, bukannya timur dan barat? Itu hanya masalah kebiasaan saja saudara-saudara. Kata ini tampaknya diambil langsung dari bahasa ibu setempat. Dalam bahasa Lamaholot, timur sering disebut teti atau heti, dan barat sering disebut lali. Tetapi dalam bahasa ini, teti juga berarti atas dan lali juga berarti bawah . Maka jadilah arah timur disebut atas dan barat disebut bawah.
Tak hanya menunjukkan arah timur barat, atas-bawah juga digunakan dalam merujuk ketinggian tempat. Dalam bahasa daerah sering disebut “lau” “rae” dalam bahasa Lamaholot dan “lao” “dara” untuk padanan bahasa melayu Larantuka. Tempat yang terletak ke arah gunung disebut atas atau dara atau rae, sementara tempat yang ke arah laut disebut bawah, lao, atau lau
Di Larantuka, di pulau-pulau sekitar pun rujukan dalam menentukan arah menggunakan pola tersebut. Di Adonara bagian timur, dari Waiwerang ke arah timur ada dua jalur angkot maupun angdes yang rutin melayani. Ada jalan atas dan ada jalan bawah. Jalan atas adalah jalan yang letaknya lebih ke arah gunung, sementara jalan bawah ada di arah dekat laut. Jadi, ketinggian tempat dijadikan pedoman untuk ancar-ancar atas bawah ini.
Tetapi masalahnya adalah rujukan arah ini tidak setegas pengertian arah mata angin. Arah utara dan selatan kadang sering membingungkan. Dalam pengalaman setempat, pedoman arah sering dirujuk ke arah gunung dan arah laut. Arah ke gunung disebut rae, sementara arah ke laut disebut lau. Dalam bahasa melayu dialek nagi dikenal lao sebagai "laut" dan dara sebagai arah "darat" atau gunung. Lau bisa juga berarti tempat yang jauh di seberang lautan. Dari itu, Kupang sering disebut lau, Jakarta disebut lau, Makassar juga disebut lau. Padahal letaknya sering bertolak belakang.
Jika mengacu pada pedoman utara selatan, maka di pantai utara Adonara misalnya di Waiwadan, arah Makassar disebut lau, sementara arah Kupang disebut rae. Hal yang berlawanan terjadi di Waiwerang atau di pantai selatan. Arah Kupang disebut lau sedangkan arah ke Makassar disebut rae. Tetapi untuk arah yang jauh di seberang lautan, mayoritas digunakan istilah "lau".

Semoga sebutan-sebutan ini tidak membingungkan anda. Kalau membingungkan, silahkan gunakan saja bahasa Indonesia yang mana sebutan untuk keempat arah tidak membingungkan.
Comments
1 Comments

1 komentar:

tuteh mengatakan...

Di Larantuka juga begitu e? Ada Pohon Sirih Atas dan Pohon Sirih Bawah hehehe. Itu menunjukkan kita memang praktis dalam hal penyebutan :p