Minggu, 03 Juni 2018

Pendapatan Cenderung Menurun, Mari Telusuri Produktivitas Kelapa di Adonara.

Turunnya harga kelapa mencapai kisaran Rp 4000 per kilogram membuat sejumlah netizen ikut nimbrung. Mereka mulai bertanya-tanya: sejauh mana petani terdampak atas penurunan harga ini? Sejumlah analisa usaha penanaman kelapa di Adonara pun mereka sodorkan.

Analisa dimulai dengan menyodorkan data jumlah pohon kelapa per hektar serta produktivitas tanaman dagang ini. Meskipun data yang mereka punya tampaknya cukup lengkap, tapi yang empunya data konon masih meragukan kebenaran data tersebut. Misalnya saja, jumlah pohon per hektar yang mencapai 400 pohon tentu cukup meragukan sebab ketika ditelusuri  ulang, kita malah menemui bahwa populasi pohon per hektar ada di kisaran 100 pohon hingga 150 pohon. Demikian pula produktivitas per pohon dalam sekali petik (4 bulan) katanya ada di kisaran 20 butir. Ini masih tampak meragukan sebab jika ditelusuri lagi menunjukkan bahwa produktivitas per pohon ada di kisaran 10 butir setiap kali petik (4 bulan).

Beruntunglah kita yang hidup di abad internet. Data-data dapat kita cross check dan banding-bandingkan ke sejumlah sumber, sehingga kredibilitasnya makin bisa teruji. Dalam tulisan ini, penulis ikut mengecek silang ke sejumlah sumber lain: berita seputar dunia usaha kopra, menghitung secara manual populasi pohon kelapa menggunakan google map, dan sumber terakhir berupa publikasi Flores Timur Dalam Angka. Data ini bisa diuji lagi melalui pengalaman petani di lapangan.

Bagaimana caranya menghitung? Citra satelit di google map sudah cukup tajam sehingga kenampakkan tajuk pohon kelapa dapat dilihat dengan jelas dibandingkan dengan lingkungan sekitarnya. Jadi, jumlah pohon kelapa diperoleh dengan menghitung secara manual tampilan citra  tersebut.

Menghitung populasi pohon saya lakukan pada peta di dua sampel lokasi. Di Adonara Barat, jarak tanam kelapa terlihat agak jarang karena diselingi dengan pepohonan lain sedangkan di Adonara Timur, jarak pohon kelapa tampaknya lebih rapat, diduga karena terjadi peremajaan. Dari data ini, saya ambil saja rata-rata populasi per hektar sebanyak 125 pohon. Dengan jumlah ini, dapat dihitung bahwa jarak per pohon ada di kisaran 9 meter. Dengan kata lain, 1 pohon kelapa menempati ruang seluas 80 meter persegi. Klop, 125 pohon dikali 80 meter persegi diperoleh 10.000 meter persegi alias satu hektar.

Langkah kedua adalah dengan mencari data produktivitas pohon kelapa per hektar. Produktivitas kelapa berupa kopra per hektar menurut Sekretaris Jenderal Forum Kelapa Indonesia ada di kisaran 1 ton per hektar, dan nilai ini cukup kecil dibandingkan misalnya dengan produktivitas kelapa di Filipina yang berada di kisaran 2 ton per hektar. Selain cross check di sini, ada satu sumber lain yaitu Flores Timur dalam angka. Angka-angka di sana membenarkan bahwa produktivitas kopra Flotim berada di kisaran 1 ton per hektar.

Dari produktivitas per hektar, kita dapat hitung kira-kira setiap kali petik didapat berapa butir kelapa. Dengan asumsi produktivitas satu ton per tahun, maka setiap kali petik (4 bulan) diperoleh 333 kilogram (1000 kg  dikali 1/3 tahun). Karena berat 333 kilogram ini didapat dari 125 pohon kelapa, maka pe pohon kelapa menghasilkan 2.6 kilogram kopra (333 kilogram dibagi 125 pohon). Data menunjukkan bahwa 1 kilogram kopra didapat dari 4 butir kelapa besar, jadi berat 2.6 kilogram didapat dari 10 butir kelapa besar. Jadi, setiap kali petik dalam jangka waktu 4 bulan, satu pohon menghasilkan 10 butir besar atau lebih kalau butirnya kecil.

Kebiasaan di kalangan petani Adonara, kelapa yang belum diolah sering dihitung dalam satuan butir. Biasanya dalam kelipatan seribu, misalnya serbu butir, dua ribu butir dan seterusnya. Kita bisa duga bahwa seribu butir kelapa menghasilkan 250 kilogram kopra atau kurang kalau butirnya lebih kecil. Dan seribu butir kelapa diperoleh dari 100 pohon kelapa atau dari 0.8 hektar lahan. Kalaupun ada penyimpangan, persentasenya tidak terlalu besar.


Pertanyaannya, apakah perhitungan di atas cukup valid? Validitas perhitungan tentu makin baik kalau diperoleh langsung di lapangan. Keterbatasan penulis adalah bahwa data masih digali dari sumber sekunder, bukan mengambil langsung dari lapangan. Hanya petani kelapa di Adonara yang mengetahui produktivitas sesungguhnya dari usaha perkebunan mereka.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar: