Jumat, 17 Oktober 2008

Komoditas, Harga vs Kualitasnya


Gambar: mandalaygazette.com

Litbang Kompas pernah mencatat bahwa harga komoditas seperti jambu mete di tangan petani di Flotim harganya kurang dari setengah harga Surabaya. Tanpa pikir panjang, hal ini bisa bikin kuping panas. Tapi,-barangkali-perbedaan harga ini sering terjadi karena perbedaan kualitas, misalnya kadar air.
Di kampung-kampung seperti kampung saya di Adonara, petani dengan sengaja sering membuat kualitas komoditasnya menjadi menurun. Demi mengejar ‘untung’, mereka menaikkan kadar air komoditas itu. Kemiri, misalnya, diperciki air semalam sebelum dijual supaya bertambah beratnya. Hal yang sama dikerjakan pada kopra.
Dengan menambahkan air dan garam secukupnya, kabarnya berat kopra menjadi bertambah. Atau cara lainnya, membuat ciri visual kopra terkesan sudah dijemur, padahal bagian dalamnya belum kering. Kopra layak jual adalah kopra yang sudah kurang kadar airnya dengan ciri berwarna kekuning-kuningan. Ciri ini ternyata tidak jauh beda dengan kopra yang diasapi tetapi masih tinggi kadar airnya. Dengan cara itu, berat kopra jadi lebih tinggi.
Menghalalkan cara seperti itu ternyata bisa membuat harga kopra menjadi menurun karena kualitasnya yang buruk. Alhasil, demi mengejar ‘untung’ yang didapat malah ‘buntung’. Nah mio. Butuh usaha dan tenaga besar untuk membelokkan ‘tradisi’ besar ini. Atau, apakah ada jalur yang efektif untuk menyampaikan pesan ini dan menjamin pelaksanaannya?
Comments
1 Comments

1 komentar:

Petronela Somi Kedan mengatakan...

ada satu masalah yang harus dipikirkan soal pengembangan komoditas mete ini,,,ini jenis tanaman yang banyak menyerap air tidak menyimpan , karena itu mengakibatkan kekeringan yang luar binasa