![]() |
Gambar: zonaliper |
Dulu sewaktu masih tinggal di pondokan
yang dikelola sekolah, saya punya sebekan kertas dari buku biologi SMA bertuliskan
tabel kandungan gizi dari berbagai jenis makanan. Sobekan kertas itu saya
tempelkan di meja dapur. Ia menjadi pengingat bahwa beras bukan satu-satunya
pemasok karbohidrat bagi tubuh. Sobekan kertas itu pun jadi alasan kuat bagi
saya untuk bisa bertahan hidup meski tanpa sekilo beras pun dalam sebulan
karena saya substitusi ke jagung.
Ini kejadian nyata. Memang, selama ini,
sebagian besar dari kita masih memandang beras sebagai satu-satunya makanan
pokok, padahal jenis makanan yang lain pun mengandung karbohidrat yang hampir
manyamai.
Tulisan ini bukan saya maksudkan sebagai
kenangan romantis tentang ‘susah’-nya hidup di Kupang, tetapi sebagai fakta
bahwa manusia bisa hidup sabagaimana biasanya tanpa beras. Saya waktu itu masih
bisa hadir di ruang kuliah, jogging pagi-pagi, juga bisa selesaikan tugas-tugas
persis seperti biasanya. Padahal, jika anda masuk ke kamar saya, kotak beras
saya sudah kosong melompong diganti jagung selama sebulan penuh itu. Hitungan
saya waktu itu, dalam sebulan saya habisakan seratus tongkol jagung.
Bukan hanya jagung. Saya juga pernah
substitusi ke ubi kering. Liburan tahun sebelumnya, saya kumpulkan ubi kering
dalam satu kardus besar. Maksud saya waktu itu, ubi yang terkumpul hanya akan
menjadi makanan ringan. Kalau ada tamu atau teman-teman dari kampung, kami
dapat berbagi kenangan tentang kehidupan petani desa. Atau kalau ada
teman-teman sekelas yang singgah, saya bisa perkenalkan makanan ala tuan rumah
yang datang dari desa ini. Bukannya sok eksotislah yaw, itulah ciri khas
masing-masing orang. Saya memang putra petani desa, yang kebetulan saja hidup
di antara teman-teman yang mungkin sedikit beda lifestylenya.
Kejadiannya ternyata jauh berbeda dari
maksud semula. Seingat saya, hanya sekali saya menyajikan ubi itu untuk makan
beramai-ramai dengan teman-teman dari sisi lain Flores. Selebihnya, ubi ini
malah manjadi makanan substitusi beras. Dengan mengkonsumsinya dalam jumlah
yang cukup (sesuai kebutuhan tubuh, bukan sesuai selera!), tenaga yang
dihasilkan dari sumber karbohidrat yang ini tak jauh berbeda dengan ketika anda
mengkonsumsi nasi beras. Mungkin sebagian orang merasa bahwa makan ubi hanya
memasok sedikit kalori jadi hanya menjadi makanan ringan saja, bukan menjadi
makanan pokok. Ubi-ubian ini nyatanya dapat menjadi makanan pokok kalau
dikonsumsi dalam jumlah yang cukup.
Mengkonsumsi pangan lokal untuk kebutuhan karbohidrat
sehari-hari tidak perlu jadi alasan anda untuk merasa malu atau rendah diri.
Tampang, postur tubuh, fisik dan sikap anda tidak berubah sedikitpun akibat
perubahan pola konsumsi tersebut. Tak ada apapun pada diri anda yang berkurang.
Kemampuan otak anda masih tetap sama. Kawan-kawan anda tidak akan minggat. Masih
tetap ada gadis-gadis yang terpesona dengan anda selama ia tidak tahu kalau
anda “ubivora-pemakan ubi” sementara ia “nasivora-pemakan nasi”. Soalnya,
tidak ada tempat apel di kota Kupang yang menyajikan menu ubi. Ini dapat
mengganggu acara ngemil bareng hahaha.