Selasa, 27 Juli 2010

UB:Kelompok Usaha Itu Kini Tingal Nama


Gambar: www.connecttherapy.com
Bagi kawan-kawan yang satu SD dengan saya, pasti tidak asing dengan istiah Usaha Bersama yang disingkat UB. Dulu, ketika sosialisasi akronim dan singkatan semacam ABRI, AMD, GEMPAR dan lain-lain menggejala di Sekolah Dasar, ibu saya hanya memperkenalkan satu istilah: UB. “Singkatan dari Usaha Bersama” katanya ketika saya pertama kalinya mulai mengenal huruf.
Meski tidak begitu tahu dan mengenal cara kerja internal lembaga usaha bersama itu, kami cukup dapat melihat kegiatan mereka. Kegiatan mereka antara lain adalah pengumpulan bahan-bahan alam semacam bahan bangunan rumah. Kerja yang paling rutin adalah pembuatan batu bata. Ketika permintaaan akan batu bata meningkat akibat pembangunan fisik di kampung, UB adalah pemasok utamanya. Alhasil, meski kebutuhan bahan bangunan itu besar jumlahnya, warga tidak tergantung dari pasokan dari luar desa.
Saya sendiri tidak tahu implikasi ekonomi UB ini bagi anggotanya, tetapi teramati bahwa kegiatan UB ternyata tetap berjalan sepanjang waktu itu. Di antara kegiatannya diadakan pula laporan dan evaluasi umum maupun keuangan dalam periode tertentu. Warga pun merasa memiliki UB terbukti dengan keterlibatan anggota yang terus berjalan. Angotanya pun menjangkau berbagai kalangan. Bapak-bapak, ibu rumah tangga, orang muda, termasuk pula kalangan elite kampung, yaitu para Guru PNS ikut mendaftar dalam keanggotaan kelompok ini.
Hal positif dari usaha itu adalah adanya penghimpunan kekuatan bersama untuk pekerjaan ‘besar’ yang tidak akan terwujud kalau setiap orang berjalan sendiri-sendiri. Meski kegiatan usaha itu bukan dikerahkan setiap hari sumber daya anggota pun dialokasikan sesuai kapasitas masing-masing. Semangat kekeluargaan pun teraktualisasi dalam kelompok ini. Ada rasa niat baik bersama, saling percaya dan rasa sepenanggungan, simpati, dan juga tanggungjawab adalah modal sosial yang besar. Mereka pun akhirnya memiliki kekuatan financial.
Sayang, mungkin karena kurang dampingan, mereka tidak tahu lagi uang kas yang melimpah digunakan untuk urusan apa, kegiatan evaluasi pun menjadi ajang hura-hura sehingga di kalangan menengah kampung, UB diplesetkan enjadi urus bu’a alias urus makan. Itu terjadi karena panitia evaluasi yang didominasi oleh orang muda bermewah-mewah dengan kesan pesta pada kegiatan evaluasi itu.
Kini, lembaga ini tinggal nama. Roh gotong-royong kini makin sukar menemukan tubuh fisik sebagai tempatnya berdiam. Dalam berbagai kesempatan, kepala desa maupun tokoh desa sering mengeluhkan semangat gotong royong yang luntur. Memang, kegiatan gotong-royong mestinya melembaga di antaranya melalui UB untuk pengelolaan yang lebih modern di samping kegiatan gemohing.
Comments
1 Comments

1 komentar:

Petronela Somi Kedan mengatakan...

selalu berterimakasih pada simpet yang selalu saja punya cerita unik tetang lewotana,,,tq tq tq