Jumat, 01 Oktober 2010

RIANG



Segala pengertian di sini hanya saya bangun dengan referensi dari kampung saya, tempat saya pertama kalinya mengenal yang lainnya. Ok, mari kita mulai.
Riang adalah sebuah kampung kecil yang letaknya terpisah satu sampai beberapa kilometer dari kampung induk. Di kampung saya, kami mengenal dua riang: Riang Pao dan Amut Platin. Jadi, kalau orang menyebut riang, maka harus ada keterangan tambahan tentang riang mana yang ia maksudkan.
Dari catatan oleh pak Kor Kopong, diketahui bahwa Riang Pao pada mulanya punya asal-usul yang berhubungan dengan kampung kami, Lamawolo dan Lamalewa, di mana beberapa keluarga dari kampung kami pada beberapa dasawarsa lalu mulai menetap di situ dan makin lama akhirnya membentuk kampung. Demi kepentingan administrasi, riang ini kemudian masuk menjadi wilayah desa tersendiri bergabung dengan kampung Homa, sementara riang yang satunya, Amut Platin, masih masuk dalam wilayah desa kami.
Memang, sistim administrasi berupa desa tidak banyak mengakomodir tradisi dengan hubungan asal usul, atau memang barangkali keduanya merupakan hal yang berbeda sehingga meski secara desa mereka masuk dalam wilayah lain, tetapi dalam urusan-urusan adat mereka masih masuk dalam wilayah kampung kami.
Hubungan antara asal-usul dengan teritorial ternyata tidak sejalan, malahan saling bertabrakan, hal mana seharusnya mendapat perhatian. Contohnya, di desa-desa tertentu, terjadi semacam bedol desa yang menyebabkan munculnya kampung yang masih ada hubungannya dengan kampung induk, tetapi karena hambatan geografis, ia kurang diperhatikan. Contohnya, riang di kampung asal saya ternyata lebih dahulu mendapat PLN dan pipa air sementara kampung yang lebih dulu terbentuk masih gelap gulita sampai kini. Jadi, bukan asal-usulnya yang punya pengaruh praktis dan efektif tetapi teritorialnya.
Meski dengan adanya kedekatan hubungan asal-usul dan genealogis, tetapi hambatan geografis (barrier), (tanpa kemudahan misalnya jalan yang tidak memadai) bisa jadi penghalang. Di desa Mewet contohnya, yang asal-usulnya dari desa Demondei, hambatan besar mereka adalah jalan. Tak heran beberapa waktu lalu saya sempat menyaksikan bagaimana warga desa Demondei bergotong-royong membangun jalan antara kedua kampung hasil bedol desa itu supaya mereka tetap saling terhubung dengan mudah.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar: