Kemarin sempat ke pantai
Lewopao, ada tempat piknik di sana, tepat di tepi pantai. Jalan ke lokasi
tersebut dibangun dari semen menuju pantai, dengan dua sumur serta halaman luas.
Langsung tampak di sebelah kiri anda sebuah tanjung batu yang menjorok ke laut.
Jalannya masuk dari sisi lapangan Lewopao. Anda mesti berbelok ke kanan sebelum
lapangan bola jika anda dari Waiwerang.
Bentuk pantainya hampir
menyerupai semua pantai umumnya di seputar situ, yaitu kebanyakan dari tebing
batu dengan sedikit pantai berpasir. Pohon kelapa tumbuh di beberapa tempat,
dan memang di situ tidak ada tempat atau bangunan untuk berteduh.
Tujuan utama saya
sebenarnya adalah ke wera betok, tetapi memang nyasar ke lokasi lain, dan
katanya jarak ke wera betok cukup jauh dan saya tak bisa memaksakan diri ke
sana.
Kabarnya, wera betok
adalah sebuah lubang atau gua di dalam tanah. Bentuknya agak memanjang sekitar
dua hingga tiga meter, di mana di tempat itu menyembur angin dari gua di
bawahnya. Angin kemungkinan berasal dari pukulan ombak yang menyerbu lubang,
sehingga menyebabkan pasir terhembus keluar dari lubang itu. Lokasi berpasir
ini ada di belakang batu, dipagari batu yang terpisah agak jauh dari mulut
pantai.
Yang menakutkan, kata
mereka, adalah bunyi cukup besar yang keluar dari lubang itu. Menurut cerita,
jika anda terkejut mendengar bunyi itu, maka kemungkinan anda akan sakit. Itu
kata mereka, yang sebenarnya tak perlu dibuat untuk menakut-nakuti orang.
Niat saya lainnya adalah
untuk berenang, tatapi karena ombaknya besar dan pantainya yang berbatu cukup membahayakan
keselamatan. Apalagi tak ada penjaga pantai, orang-orang yang bertugas menjaga
perenang dari kecelakaan seperti di pantai Watotena. Kabarnya, memang ada
tempat yang bagus untuk berenang beberapa jauhnya dari situ.
Tempat itu openuh
tumbuhan lontar. Tetapi lontar ini sudah dibayar oleh orang dari lamahelan
untuk menyedap dan memasak arak. Pondok itu tampaknya dulu pernah jadi tempat
memasak arak. Tampak tungku yang dicor untuk dipaskan di tong pemanas arak,
juga ada pipa-pipa bambu yang juga mungkin daipakai untuk menyalurkan air
sulingan. Pondok dipenuhi jagung hibrida. Di sebelah situ, ditanam kacang hijau
dengan dipagari oleh pohon singkong. Pemilik pondok beternak juga, mungkin dua
atau tiga ekor babi, dan juga sejumlah ayam.
Wah, beberapa waktu
lalu, adonara memang diserang flu burung, tapi tampaknya ayamnya tak disentuh
wabah itu. Ada beberapa ekor ayam di sini. Kami duduk-duduk, menenggak minuman
lokal dengan alkohol rendah untuk mengatasi hembusan angin pantai. Seorang dari
kami memutuskan untuk membuat masakan seadanya, dan yang lainnya setuju. Kami
bergerak mengumpulkan kayu, sementara yang lainnya mencari ubi. Ketika ke
rumah, mereka menemukan daging biawak. Salah satu biawak mungkin terkena jerat,
dan kami pun memasak binatang itu. Seorang teman, dari witihama, yang
sepertinya pandai memasak, mengambil alih peran. Cabai tinggi, beberapa dari
kami sampai kepedasan, tetapi minuman lokal ternyata habis. Hampir jelang jam
enam kami kembali ke tempat hunian masing-masing.