Selasa, 13 November 2012

Wiiiii sudah……



Gambar: seu2007mbbs.wordpress.com
Wisuda. Apa itu? Sejauh yang saya tahu, wisuda adalah peristiwa serimonial pengukuhan kelulusan dari lembaga pendidikan tertentu. Tetapi bagi beberapa kalangan di NTT, kata ini disempitkan artinya jadi “penganugerahan gelar sarjana*)”. Wah!
Lihat saja. Wisuda perguruan tinggi maupun akademi dipandang sebagai peristiwa besar, sejajar dengan martabat gelar akademis yang kental nuansa feodalisnya itu. Perayaannya biasa diselingi pesta, dengan ongkos yang lumayan, memakai ruangan aula yang besar, dihadiri pejabat, dan sekalian pernak-pernik wah lainnya.
Tetapi coba lihat di televisi **), upacara wisuda bukan monopoli perguruan tinggi. Di USA misalnya, yang bisa kita lihat di tayangan filem, kelulusan SMA juga diakhiri dengan upacara wisuda. Kita juga sering dengar kalau anak-anak TK kita turut menggelar upacara tersebut di ujung masa keberadaan mereka di lembaga itu. Jadi, wisuda tentu saja tidak hanya untuk perguruan tinggi, karena lembaga pendidikan yang lebih rendah pun menggelar upacara serupa.
Pengalaman soal perayaan kelulusan saya dari perguruan tinggi, peristiwanya berlangsung dengan biasa-biasa saja. Tak ada yang istimewa. Apalagi,  waktu itu saya masih mengais rezeki untuk persiapan pulang kampung.
Seingat saya, sehari sebelum upacara tersebut berlangsung telah dilakukan gladi. Saya ijin setengah hari dari boss. Ikut gladi resik wisuda, begitu alasan saya. Sore harinya, saya mesti kembali lagi ke tempat kerja.
Hari itu, di kost tidak ada keramaian. Hanya seorang teman saya yang jauh-jauh datang menginap karena tahu besoknya saya wisuda. Orang tua yang di pelosok Adonara tidak datang karena konsekwensi biaya yang tidak perlu untuk hal yang tak mendesak ini. Bagi saya, lebih baik lagi jika biayanya dialihkan untuk ongkos sekolah adik saya yang lain.
Untuk pernyataan syukur, saya hanya ikuti tradisi anak-anak kost dengan penyederhanaan di sana-sini. Acara berlangsung tanpa musik, tanpa tenda. Cukup dengan doa, pesan kesan dari teman-teman kost serta bapak mama kost sebagai pengasuh kami, dan saya sendiri sebagai yubilaris. Seorang teman memandu sebagai protokol.
Acara tidak harus meriah, cukup di ruang tengah rumah bapak kost, bersama sekitar belasan teman-teman kost lainnya dalam semangat ‘esprit de corps’ kami. Persiapannya saya serahkan ke Ibu kost yang sigap itu bersama dengan dua tiga gadis yang membantu. Beberapa teman saya juga turut datang.
Ada nasihat kecil tapi berkesan dari bapak kost “anda telah tamat, mulailah dengan pekerjaan-pekerjaan kecil”.
Sehari setelah itu, saya kembali ke lokasi kerja saya, jadi buruh bangunan.
Justru kelulusan SMA saya yang dirayakan lebih layak. Saat itu, orang tua saya dengan beberapa adik serta sepupu saya datang dari kampung. Saya sendiri kaget karena mereka datang beramai-ramai dan bawa banyak bawaan. Tiga tahun pendidikan sekolah menengah saya telah usai, dan mesti dirayakan hari itu!
Dengar-dengar, wisuda magister dan doktor kabarnya tidak punya greget lagi dan tak ‘seramai’ wisuda sarjana kita. Seorang sesama blogger pernah menulis bahwa pernah ia tidak ikut upacara wisuda magisternya dan tidak diapa-apakan. Memang, waktu itu ia ada jadwal menggelar diskusi sehingga kegiatan bernuansa upacara ini tak diikutinya. Ijasahnya tetap ia terima seperti biasa.
Yang aneh bagi saya, mengapa perayaan 'wisuda' kelulusan sekolah menengah sering tak dirayakan? Ingat, perayaan ini adalah suatu bentuk ‘inisiasi’, suatu tradisi dari jaman kuno, tanda di mana seseorang disambut masuk ke dalam sebuah tahap kehidupan (dalam hal ini kehidupan akademis) yang baru.
Para siswa-siswi sekolah memang tak menuntut, tetapi mereka tentu ingin menjadi orang yang diistimewakan. Menjadi spesial dalam satu hari adalah sebuah hal yang lumayan penting bagi pribadi manusia. Hanya untuk hari kelulusan itu bagi siswa-siswi sekolah menengah.
Makanya, kini mereka mencari kompensasi lain. Mengistimewakan hari tersebut, mereka melakukannya dengan cara mereka sendiri yang kemudian terasa sedikit mengganggu bagi orang sekitar. Pawai di jalan umum tanpa ijin polisi yang nantinya mengganggu lalulintas, corat-coret baju padahal baju itu bukan mereka yang beli, dan lain-lainnya.
Tapi itu cuma aksi kompensasi. Utamanya adalah perayaan itu sendiri, suatu hal yang sebenarnya bernilai luhur.

*) maksud saya mencakup juga gelar ahli madia dan lainnya
**) sebagai sebuah jembatan informasi tentang dunia di luar kita
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar: