Anak berserangam putih merah itu terpaku di tepi kali. Di depannya, air berwarna coklat deras
menggelora. Tak berbahaya memang, tetapi tubuh kecil mungilnya tak butuh usaha
lebih untuk dihanyutkan aliran kali itu.
Mendung
masih menggelayut di atas kepalanya, menyisakan kegelapan malam sebelumnya masih menggantung di atas sana. Barusan, hujan mengguyur
hingga separuh malam. Baru reda menjelang kokok ayam kedua.
Hulu sungai
memang tak jauh. Ini pulau kecil, dan kampung ini hanya beberapa kilometer jauhnya dari sumber mata air di kakiu bukit
tertinggi di pulau ini. Tapi sebagian dari himpunan air yang tercurah semalam
dari langit mengalir ke kali sempit itu. Airnya berwarna coklat kini.
Batang-batang pohon, campur
baur dengan sampah lainnya tampak banyak tersangkut di akar-akar pohon tepi
kali.
Kali yang biasanya hanya berjarak lima
langkah kecil, kini jadi empat kali lebarnya semula. Dalamnya setinggi lutut.
Boli tahu resikonya untuk bisa menuju ke sekolah dan harus menyeberang kali itu.
“Jangan berdiri membelakangi datangnya
air. Lutut bisa jadi tertekuk dan akibatnya, seseorang bisa jatuh terjerembab
dan hanyut.” Pesan ibunya pagi tadi.
Boli tahu resikonya. Jadi, ia berdiri
saja di tepi kali, menunggu teman-temannya yang lain. Sepatu dan kaus kaki
sudah dilepasnya, disimpan di kertas plastik. Baju dan celananya dijaga bersih
supaya bisa dipakai untuk besok nanti. Bukunya telah aman di tas punggung.
Tak berberapa lama, muncul kawan
lainnya.
“Itu Boli sudah di sana” teriak Kopong dari
jauh yang kaki kecilnya berlepotan lumpur. Ia tinggal di jarak agak terpisah
dari kampung ini. Di sampingnya, Laga tampak menenteng kertas plastik hitam,
berisi pakaian ganti.
Jembatan Lamawolo, Watobaya, Adonara
barat.
|
“Kita tunggu dua orang lagi” kata Boli
sambil mengira-ngira jumlah minimal orang yang mesti menyeberang bersama.
Tak beberapa lama, muncul tiga orang
lain. Keenamnya berpegangan tangan. Boli yang paling besar dan berjalan
mendahului.
“Pelan, dan jangan lepaskan pegangan
kalian apapun terjadi,” begitu tips keselamatan menyeberang yang disampaikan
pak guru sekolah.
Mereka akhirnya selamat ke seberang kali.
Ketika tiba, terdengar suara Doni muncul dari kejauhan. Ia berlari-lari, ingin
ikut juga menyeberang.
“Terlambat, kamu harus menunggu teman
lainnya,”kata Boli yang sudah di seberang sambil pergi.
Nah, ini adegan beberapa tahun lalu.
Kini, di lokasi tersebut telah dibangun jembatan, dengan anggaran berasal dari
APBD Flores Timur.