Senin, 28 Januari 2013

Tanah Air Beta


Ini adalah sebuah film keluarga, bercerita tentang perjuangan mempersatukan kembali sebuah keluarga yang pecah oleh situasi politik Timor-Timur pasca jajak pendapat.
Kehilangan demi kehilangan anggota keluarga adalah hal yang tidak diinginkan siapapun. Di tempat tinggal yang baru, banyak anggota keluarga yang terpisah. Di Atambua, Karlo (Yehuda Rumbindi), seorang pelajar SD telah ditinggal ayahnya yang mati karena perang, kini ditinggal lagi oleh ibunya karena penyakit biasa tapi tak segera diobati. Juga Ahmad (Asrul Dahlan) yang baru seminggu menikah terpaksa berpisah dari sang istri karena pilihan politik. Tatiana (Alessandra Gottardo), Si Guru SD yang jadi single parent, telah berpisah dengan Mauro yang tetap bertahan di perbatasan.
Cerita mengalir dengan sungguh menarik, dengan berintikan pada usaha gadis kecil Merry (Griffit Patricia) putri Tatiana yang ingin menemui saudaranya: Mauro, di perjalanan jauh lintas kabupaten, dari Timor Tengah ke perbatasan di Atambua. Watak keras kepala si gadis kecil ini sungguh terasa. Ia pergi tanpa pamit dari ibunya, hanya berbekal beberapa rupiah uang tabungan. Tanpa bekal apapun kecuali sebotol air mineral dan beberapa potong coklat pemberian Ci Iren (Thessa Kaunang) si pemilik toko. Lagipula, arah perjalanan belum ia ketahui. Ia bahkan nekad berjalan kaki hingga kedapatan pingsan di jalanan. Beruntunglah, ada pertolongan dari Karlo, teman sekelasnya, yang sebenarnya suka menjahilinya. Karlo diperintah Ahmad, bapak angkatnya untuk menyusul si gadis dan membantunya di perjalanan. Keberanian ini sungguh memperkuat kepercayaan atas kemurahan alam Timor yang memberi kehidupan, serta kebaikan penduduk untuk siap saling membantu.
Ada yang berkesan dari pengakuan jujur si gadis kecil ini. Ia takut kehilangan ibunya karena penyakit, sama seperti Karlo yang juga pernah kehilangan ibunya karena penyakit yang sama. Dengan alasan ketakutan itu, si gadis berpendapat bahwa ia harus bertemu dengan satu-satunya keluarga yang masih dimilikinya, Mauro. Ketakutan atas kehilangan karena penyakit ketimbang akibat konflik seolah menyentak kesadaran bahwa kehilangan karena penyakit ternyata kini masih jauh lebih tinggi angkanya daripada bahaya perang.
Pengambilan gambar berlangsung di pulau Timor memang sangat eksotis dengan topografi khasnya. Juga musik latar banyak mengambil dari lagu etnis Timor, serta sejumlah  dialog yang memakai dialek Timor, meski kadang kurang pas bagi pemeran yang bukan asli Timor. Tapi film garapan Ari Sihasale ini sungguh asyik dinikmati.
Supaya plong, ceritanya berujung happy ending. Keluarga Tatiana dipertemukan kembali.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar: