Ngobrol-ngobrol kemarin pas silaturahmi tahun baru, ada cerita begini: PNS nantinya tak
dapat uang pensiun lagi, tapi dapat pesangon. Besarnya sekitar 1 milyar-an
untuk yg golongan IV (yang sebentar
lagi jadi 1 juta karena renominasi), dan jumlah tersebut diserahakan sekaligus
dan hanya satu kali terima.
Meski masih berupa isu yang belum pasti dan SMS yang menyebar *), ini bisa
bikin kita gembira bukan? Memang. Bekerja sebagai abdi Negara tidaklah
mudah. Orang mesti meninggalkan pekerjaan utama sedari nenek moyang, misalnya
sebagai petani yang punya tanah atau nelayan yang punya aset perahu untuk
melaut. Ia bisa saja kehilangan haknya untuk mengelola aset tersebut karena
statusnya ini. Artinya, mereka
seolah dicabut begitu saja dari kampung halaman untuk kemudian menghadapi dunia
sendirian :-P.
Nah, uang pesangon sejumlah itu tampaknya ‘besar’
bukan? Memang, jumlah yang besar kalau mindset
kita terbentuk bahwa dana itu hanya untuk tujuan konsumtif. Tetapi kalau uang
tersebut tidak ‘berputar’ istilah dagangnya, maka jumlah itu kecil saja. Coba
hitung, uang 1 milyar cuma bisa menghidupi 5 orang (kakek dan nenek pensiunan
serta tiga orang anak mereka) selama 20 tahun masing-masing sebesar 800-an ribu
rupiah setiap bulannya. (Rp 833.333 dikali 5 orang dikali 20 tahun= 1 Milyar).
Bayangkan, uang 800-an ribu sebulan itu untuk mengongkosi makan, pakaian,
kesehatan, perumahan dan kebutuhan lainnya. Klop!
Sementara kalau mau dibungakan di bank, memang
bagus juga, tapi tidak berkontribusi apa-apa untuk kemajuan. Palingan, dananya
dilarikan lagi ke luar pulau kita untuk jadi modal pembangunan di pulau-pulau
yang jauh. Tahu, kan? Milyaran uang TKI yang mengalir setiap tahunnya ke Flotim
(konon besarnya lebih dari 4 kali pendapatan asli daerah-PAD Flotim) akhirnya
dilarikan lagi ke luar Flotim, tidak dimanfaatkan untuk pembangunan. Itu terjadi
karena hasil jerih payah para pekerja di luar negeri tersebut disimpan kembali
di bank.
Tetapi syukur alhamdulilah, manusia sudah
dilengkapi Tuhan dengan akal. Dana-dana tersebut bisa dimanfaatkan untuk
membangun usaha. Taruhlah bahwa
beberapa orang PNS bersedia patungan, mereka bisa mendirikan sebuah perusahan.
Katakanlah mereka menggeluti usaha perkebunan.
Mereka mula-mula membayar notaris atau orang hukum
untuk mengurus perikatan mereka, menyerahkan dana ‘saham’ mereka kepada
perusahan, lalu membayar seorang manajer, membayar konsultan ahli tentang
perkebunan, menyewa berhektar-hektar tanah, membayar para notaris untuk
mengesahkan hak-hak perdata mereka terhadap properti-properti tersebut, mendirikan sarana prasarana,
membeli alat-alat dan mesin-mesin, membayar pekerja dan buruh,
lalu muncul perkebunan mente besar-besaran di ratusan hektar lahan kita yang cuma
parkir kosong itu.
Tinggal menyerahkan manajer menjalankan usaha
tersebut, dan keuntungan dari usaha bisa dibayar sebagai royalty kepada para pensiunan itu sebagai pemegang
saham dan juga anak-anak mereka kalau beliau-beliau ini sudah meninggal.
Para manajer bisa dicari di mana saja, bisa dari
Malaysia bisa juga dari luar pulau. Para karyawan tidak harus dari kerabat keluarga, karena anda bisa memasang
iklan. Banyak buruh murah kini, juga banyak tenaga siap pakai yang
terampil.
Dengan demikian, uang anda jadinya tidak untuk konsumtif semata, yang hanya
tahan dua puluh tahun seperti tadi, tetapi bisa menjadi biaya operasional, dan
upah untuk para karyawan. Dan perusahan pun bisa bertahan lama, setidaknya bisa
produktif lebih dari dua puluh tahun.
Dengan begitu, alternatif lapangan pekerjaan pun
bisa dibuka. Tenaga-tenaga
siap pakai banyak yang menganggur kini. Para insinyur pertanian (yang kini bergelar
S. Pt), para insinyur sipil, mesin atau elektro (yang kini bergelar ST dsb),
para ahli hukum, para
manager, tenaga admin, supervisor dan sebagainya kini banyak tersedia. Juga
para buruh (ingat, kita selau kirim para buruh perkebunan ke Malaysia), jasa
keamanan (para pemuda kampung yang kekar2 dan bertato).
Kalau mimpi-mimpi di atas ada benarnya, maka kita
tidak butuh investor lagi, karena kita sudah punya investor sendiri.
Dengan ini pula, orang tidak harus bermimpi untuk
menjadi PNS. Kelau tadi saya sebut perusahan perkebunan, masih ada jenis
perusahan lain. Misalnya di bidang
jasa (angkutan, wisata, bank, penginapan, publikasi, developer), maupun riil
(pertanian, perikanan, tambang dll) bisa tumbuh di mana-mana dan orang bisa hidup dengan digaji perusahan milik
para pensiunan PNS itu.
Dan ingat, di ujung masa kerja mereka, para
pekerja pun mesti dapat uang pesangon dari anda, karena itu haknya pekerja.
Mudah-mudahan mereka tidak minta dibayar 1 Milyar seperti yang anda dapat dulu
hehehe.
Pertanyaannya: apa kita siap mengambil peranan
masing-masing?
Masing-masing kita
tentu punya pilihan bebas.
*)(coba cek isi Permen Keuangan yg dirujuk, hal ini masih diragukan, sementara RUU ASN [Aparatur Sipil Negara] sendiri belum disahkan)