Kamis, 03 Januari 2013

Pesangon

Ngobrol-ngobrol kemarin pas silaturahmi tahun baru, ada cerita begini: PNS nantinya tak dapat uang pensiun lagi, tapi dapat pesangon. Besarnya sekitar 1 milyar-an untuk yg golongan IV (yang sebentar lagi jadi 1 juta karena renominasi), dan jumlah tersebut diserahakan sekaligus dan hanya satu kali terima. 


Meski masih berupa isu yang belum pasti dan SMS yang menyebar *), ini bisa bikin kita gembira bukan? Memang. Bekerja sebagai abdi Negara tidaklah mudah. Orang mesti meninggalkan pekerjaan utama sedari nenek moyang, misalnya sebagai petani yang punya tanah atau nelayan yang punya aset perahu untuk melaut. Ia bisa saja kehilangan haknya untuk mengelola aset tersebut karena statusnya ini. Artinya, mereka seolah dicabut begitu saja dari kampung halaman untuk kemudian menghadapi dunia sendirian :-P.
Nah, uang pesangon sejumlah itu tampaknya ‘besar’ bukan? Memang, jumlah yang besar kalau mindset kita terbentuk bahwa dana itu hanya untuk tujuan konsumtif. Tetapi kalau uang tersebut tidak ‘berputar’ istilah dagangnya, maka jumlah itu kecil saja. Coba hitung, uang 1 milyar cuma bisa menghidupi 5 orang (kakek dan nenek pensiunan serta tiga orang anak mereka) selama 20 tahun masing-masing sebesar 800-an ribu rupiah setiap bulannya. (Rp 833.333 dikali 5 orang dikali 20 tahun= 1 Milyar). Bayangkan, uang 800-an ribu sebulan itu untuk mengongkosi makan, pakaian, kesehatan, perumahan dan kebutuhan lainnya. Klop!
Sementara kalau mau dibungakan di bank, memang bagus juga, tapi tidak berkontribusi apa-apa untuk kemajuan. Palingan, dananya dilarikan lagi ke luar pulau kita untuk jadi modal pembangunan di pulau-pulau yang jauh. Tahu, kan? Milyaran uang TKI yang mengalir setiap tahunnya ke Flotim (konon besarnya lebih dari 4 kali pendapatan asli daerah-PAD Flotim) akhirnya dilarikan lagi ke luar Flotim, tidak dimanfaatkan untuk pembangunan. Itu terjadi karena hasil jerih payah para pekerja di luar negeri tersebut disimpan kembali di bank.
Tetapi syukur alhamdulilah, manusia sudah dilengkapi Tuhan dengan akal. Dana-dana tersebut bisa dimanfaatkan untuk membangun usaha. Taruhlah bahwa beberapa orang PNS bersedia patungan, mereka bisa mendirikan sebuah perusahan. Katakanlah mereka menggeluti usaha perkebunan.
Mereka mula-mula membayar notaris atau orang hukum untuk mengurus perikatan mereka, menyerahkan dana ‘saham’ mereka kepada perusahan, lalu membayar seorang manajer, membayar konsultan ahli tentang perkebunan, menyewa berhektar-hektar tanah, membayar para notaris untuk mengesahkan hak-hak perdata mereka terhadap properti-properti tersebut, mendirikan sarana prasarana, membeli alat-alat dan mesin-mesin, membayar pekerja dan buruh, lalu muncul perkebunan mente besar-besaran di ratusan hektar lahan kita yang cuma parkir kosong itu.
Tinggal menyerahkan manajer menjalankan usaha tersebut, dan keuntungan dari usaha bisa dibayar sebagai royalty kepada para pensiunan itu sebagai pemegang saham dan juga anak-anak mereka kalau beliau-beliau ini sudah meninggal.
Para manajer bisa dicari di mana saja, bisa dari Malaysia bisa juga dari luar pulau. Para karyawan tidak harus dari kerabat keluarga, karena anda bisa memasang iklan. Banyak buruh murah kini, juga banyak tenaga siap pakai yang terampil.
Dengan demikian, uang anda jadinya tidak untuk konsumtif semata, yang hanya tahan dua puluh tahun seperti tadi, tetapi bisa menjadi biaya operasional, dan upah untuk para karyawan. Dan perusahan pun bisa bertahan lama, setidaknya bisa produktif lebih dari dua puluh tahun.
Dengan begitu, alternatif lapangan pekerjaan pun bisa dibuka. Tenaga-tenaga siap pakai banyak yang menganggur kini. Para insinyur pertanian (yang kini bergelar S. Pt), para insinyur sipil, mesin atau elektro (yang kini bergelar ST dsb), para ahli hukum, para manager, tenaga admin, supervisor dan sebagainya kini banyak tersedia. Juga para buruh (ingat, kita selau kirim para buruh perkebunan ke Malaysia), jasa keamanan (para pemuda kampung yang kekar2 dan bertato).
Kalau mimpi-mimpi di atas ada benarnya, maka kita tidak butuh investor lagi, karena kita sudah punya investor sendiri.
Dengan ini pula, orang tidak harus bermimpi untuk menjadi PNS. Kelau tadi saya sebut perusahan perkebunan, masih ada jenis perusahan lain. Misalnya di bidang jasa (angkutan, wisata, bank, penginapan, publikasi, developer), maupun riil (pertanian, perikanan, tambang dll) bisa tumbuh di mana-mana dan orang bisa hidup dengan digaji perusahan milik para pensiunan PNS itu.
Dan ingat, di ujung masa kerja mereka, para pekerja pun mesti dapat uang pesangon dari anda, karena itu haknya pekerja. Mudah-mudahan mereka tidak minta dibayar 1 Milyar seperti yang anda dapat dulu hehehe.
Pertanyaannya: apa kita siap mengambil peranan masing-masing?
Masing-masing kita tentu punya pilihan bebas.

*)(coba cek isi Permen Keuangan yg dirujuk, hal ini masih diragukan, sementara RUU ASN [Aparatur Sipil Negara] sendiri belum disahkan)
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar: