Selasa, 25 Juni 2013

Ina Hai Ata Kiri: Kisah Gadis dan Sisir Emas dalam Lakon

Gambar: http://armaitamutiara.blogspot.com


Masyarakat Adonara memiliki apresiasi  seni yang tinggi. Di pulau ini bisa kita temukan pertunjukkan yang penuh dengan tari-tarian bersemangat hingga nyanyian-nyanyian sendu. Juga kisah-kisah epik dan legenda yang dilagukan.  Tak ketinggalan pula seni lakon yang merupakan gabungan antara pemeran, panggung, dan dialog. Aktivitas berkesenian dalam lakon ini bisa kita temui dalam tarian Ina Hai ata kiri yang sempat penulis saksikan di desa Lamahala Jaya, Adonara Timur. Pementasan dilakukan dalam rangka momen kunjungan kegiatan Temu Sastrawan Indonesia Timur yang berlangsung di Flores Timur beberapa waktu lalu.
Ina Hai Ata Kiri atau harafiah berarti kisah gadis dan sisir emas adalah tarian sejenis dolo-dolo. Tetapi yang membedakannya, di tengah-tengah tarian dipentaskan lakon kuno yang berisikan kisah tentang munculnya tarian ini.
Alkisah, pada jaman dahulu terdapat seorang pembesar dari kampung tetangga di bagian hulu Sungai Wai Knawe, yakni kampung Notan Boi Taran. Pembesar kampung ini memiliki seorang putri. Putri ini menjadikan sungai Wai Knawe sebagai tempat pemandiannya. Saat sedang mandi, sisir emas milik sang putri jatuh ke dalam air. Sisir emas ini kemudian hanyut dan ditemukan oleh seorang gadis jelata asal Lamahala bernama Ina Rotok. Sisir ini pun kemudian dikembalikan kepada pemiliknya yang sah, yaitu si Putri dari Notan Boi Taran.
Pementasan tarian dengan lakon ini dibawakan oleh sejumlah besar wanita. Karena tidak ada panduan yang memadai, saya tidak dapat mengikuti lakon dengan terinci. Tetapi saya dapat mengikuti percakapan dimana dialognya meniru logat dari bagian tengah pulau Adonara. Iya, dalam lakon tersebut, para pelakon meniru aksen bicara ala Kenotan di Adonara Tengah. Sapaan ‘Edo’ dengan penekanan yang khas diulang-ulang dalam dialog antara pemeran Ina rotok dan si Putri pemimpin kampung ini.
Lakon ini barangkali dapat dijadikan jembatan untuk memahami komunikasi orang pada masa itu persentuhan dengan budaya dari kampung-kampung tetangga. Di masa lalu, kontak dengan kampung tetangga adalah hal yang intens terjadi, meski dengan muatan budaya yang kadang berbeda. Contohnya saja dalam hal kebiasaan dan aksen berbicara yang dikedepankan dalam dialog ini.
Interaksi antara penduduk dari perbukitan alias ‘Ata Kiwan’ dan penduduk pantai alias ‘Ata Watan’ di kemudian hari tampak tidak lagi mulus sejak masuknya kekuatan Eropa dengan beragam kepentingannya. Ini terjadi pada periode sejarah yang diteliti oleh RH Barnes di seputar masuknya kekuatan politik dan militer Eropa pada paruh akhir 1800-an hingga awal tahun 1900-an. Tetapi kontak budaya, hubungan kawin mawin serta aktivitas ekonomi masih menjadi penyambung dan perekat kedua entitas ini. (smpt)
Comments
5 Comments

5 komentar:

Ahmad Gazali mengatakan...

Dalam di alog antara antara lsin: hay do (indo/ibu) ata raja kirri pi mi mio hala...jawab : hai do ata raja kirri pi go koi hala...tapo kuang di hau hau mudda rakke di hahu hau ata raja kirri pi go koi hala...

Ini kisah tarian pernah saya lajonkan sendiri kita usia saya 5 tahun di tahun 1976 saat ada kunjungan wisata kerajaan dari Belanda di Lamahala yang mencetuskankan kembali tarian ini adalah ibu saya sendiri dari orangtuanya

Simpet Soge mengatakan...

Trims Bung Ahmad atas infonya.... menarik bahwa tarian ini sudah dipentaskan sejak tahun 70an itu dan sampai sekarang masih dipentaskan.....

Ahmad Gazali mengatakan...

Maaf bukan tahun 1976 tapi tshun 1971

Anonim mengatakan...

Bagaimana sejara asal usul Ina mohai ata kiri

Anonim mengatakan...

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh šŸ™ selamat malam pak Agazali Bethan saya safitri
Ingin bertanya apakah bapak tau lirik lagu ini jika bapak tau apakah saya bisa meminta lirik lagu tersebut karna untuk memenuhi tugas mata kuliah saya yakni budaya lahan kering yang dimana membahas tentang kebudayaan