Kegiatan surat menyurat, selain sebagai
media utama sebelum komunikasi modern secepat sekarang ini, dapat pula
dijadikan rekaman penting atas peristiwa-peristiwa pada masa lalu. Lihat saja
kebiasaan para perantau ke negeri jiran era sebelum tahun 2000 yang rutin mengirimi
dan menerima surat dari dan ke tanah Lamaholot kita. Isi surat menyurat antara
lain menggambarkan pasang surut kehidupan ekonomi keluarga tersebut.
Aktivitas surat-menyurat nyatanya sudah
dimulai jauh hari sebelum itu. Dalam catatan kolonial yang tersimpan di kastil
Batavia, surat pertama yang diterima dari kepulauan Solor di Lamaholot tercatat
bertanggal 30 September 1636. Surat tersebut berasal dari Khaicili
Pertawi.
Siapa dia? Kaichili adalah tokoh Solor
terkemuka di balik perlawanan terhadap Portugis di Benteng Solor ketika pihak
Belanda dan Portugis sedang berebut pengaruh atas perdagangan di Timor dan
sekitarnya. Korespondensi yang lebih intensif dilakukan oleh istrinya,
Nyai Chili Muda yang kemudian menjadi ‘Ratu Solor’ dan bertempat tinggal di
Benteng Lohayong. Terlepas dari fakta bahwa kegiatan kolonial pada waktu itu menimbulkan
penderitaan dan konflik yang berdarah-darah, komunikasi di antara mereka telah
menunjukkan bahwa surat menyurat adalah media penting dalam jalinan komunikasi
pada abad tersebut.
Para penguasa lokal dalam beberapa
kesempatan pada saat itu terikat perjanjian dengan Belanda yang membatasi
kekuasaan mereka, di mana mereka harus tunduk pada kekuasaan yang lebih tinggi
tersebut dan harus melakukan pembayaran pajak atau upeti kepada pemerintah
kolonial. Para penguasa ini, yang terlibat dalam hubungan politik yang
pasang-surut dengan Belanda, menamakan diri mereka sekutu Solor Watan Lema yang
pada periode tertentu berhadapan dengan Portugis dan pemimpin lokal yang tunduk
kepada Portugis sebelum Portugis sendiri menyerahkan wilayah taklukannya
ke tangan kekuasaan Belanda.
Untuk menjalankan roda pemerintahan, perlu
ada komunikasi antara pemerintah kolonial dan para penguasa tersebut, dan ini
terwujud dalam korespondensi antara raja dengan kastil Batavia. Korespondensi
ini, baik berupa surat-surat diplomatik maupun catatan pinggir pada
jurnal/catatan harian, dijembatani oleh sejumlah kapal dagang maupun kapal
pos yang rutin melintas dari Jawa ke Flores dan sebaliknya.
Untuk mengetahui kondisi sosial pada jaman
tersebut, korespondensi ini merupakan sumber informasi yang berharga sebab
keadaan lokal serta gejolak gejolaknya selalu dilaporkan untuk mendapatkan
solusi, arahan, atau putusan dari pemerintah di atasnya. Sementara pemerintah
kolonial sendiri ingin mengetahui laporan keadaan wilayah kekuasaannya sekaligus
untuk kepentingan kelancaran pengumpulan pajak.
Arsip transkrip korespondensi penguasa
Solor yang erdiri dari berbagai Sengaji dan Kapitan kini bisa diakses pada
Arsip Nasional Republik Indonesia. Arsip ini tersedia dalam bahasa Belanda. Ini
dia linknya.