Tadi siang sempat jadi rempong mengomentari
pilihan orang-orang yang setelah tamat pendidikan, ketimbang mengejar lowongan
sesuai keahlian dan pendidikan, kok malah pulang kampung untuk sungkeman atau entah
apalah. Ada kecendrungan untuk mengutamakan hal tersebut dan orang-orang
berpotensi ini pun malah menjadi pengangguran terdidik. Saya pun ngedumel, seberapa
pentingnya sih pulang kampung jika sudah ada lowongan yang siap menerima freshgraduate? Apakah pulang ke kampung itu
sesuatu yang penting bin gawat? Sepenting apakah itu?
Mari lihat sepintas sejarah kampung-kampung.
Kampung terbentuk mula-mula dari ladang dan kebun, yang kemudian berkembang
menjadi hunian. Kesimpulannya, yang lebih dahulu tercipta di muka bumi ini adalah
ladang yang adalah personifikasi dari lapangan kerja. Lapangan kerja itulah yang
kemudian menciptakan hunian-hunian baru. Hunian-hunian kecil pun berevolusi
menjadi kampung dan membesar menjadi kota.
Bacalah sejarah kota-kota di dunia
di mana kampung dan kota terbentuk karena ada lapangan pekerjaan yang tersedia.
Bukankah para pathfinder alias
perintis-perintis Eropa di Amerika mendapati begitu banyak hewan buruan di benua
baru itu dan mengirim berkapal-kapal daging ke Eropa serta membentuk
perkampungan sekeliling wilayah buruan? Bukankah di Australia daerah
pertambangan lebih dahulu muncul menyusul kemudian kota-kota baru berdiri di
sekeliling pertambangan? Begitu pula dengan perkampungan kita di Lamaholot.
Para imigran dari Sina Jawa, Seran Goran serta Sina Malaka tiba dan menghuni
pulau karena terdapat sumber penghidupan di sini: lapangan kerja dalam bentuk
tanah subur yang siap untuk mereka tanami serta dipungut hasilnya.
Yakinlah, nenek moyang kita telah
melakukan hal yang benar. Mereka telah meninggalkan kampung halaman mereka menuju
tempat tempat yang jauh dan tak pernah kembali lagi ke asal. Itulah takdir
mereka. Manusia Homo Sapiens meninggalkan tanah lahir mereka di sabana Afrika dan
bermigrasi ke benua lain sepanjang puluhan bahkan ratusan generasi. Mereka
mengikuti pergerakan binatang buruan yang adalah sumber makanan untuk adat hidup kelompok
mereka. Keberadaan binatang buruan itu adalah lapangan kerja buat mereka yang
profesinya berburu. Mereka tidak mungkin tetap tinggal di Afrika atau kepikiran
untuk kembali ke sana. Toh di sana tidak lagi tersedia cukup binatang buruan
untuk makanan sehari-hari suku mereka yang beranggota banyak.
So,
kurang tepatlah kalau terlalu meromantisir seolah-olah kampung adalah sesuatu
yang sebegitu pentingnya sehingga orang harus dulu mengesampingkan peluang untuk
mendapatkan pekerjaan demi pulang kampung. Ingat-ingatlah fakta bahwa lapangan
pekerjaan lebih dahulu muncul sebelum lahirnya perkampungan. Kampung tetap
menjadi sebuah tempat di mana pada saat saat terpenting kita mesti hadir di
sana.Tapi bukan pada saat kita mendapat peluang lalu kita buang sia-sia peluang
tersebut.
Sebagai makhluk yang lahir dari
sebuah rumah tangga, seorang anak manusia terlebih dahulu mesti memperhatikan
kebutuhan akan tata rumah tangga (oikos
dan nomos) sebelum melangkah ke tata
sosial yang salah satu bentuknya adalah mengorganisir
diri dalam wilayah teritorial tertentu yang kemudian disebut dengan nama
‘kampung’. Tanpa rumah tangga, keberadaan kampung adalah sesuatu yang mustahil.