Ada pernyataan menggelitik yang
disampaikan Presiden Jokowi hari ini bertepatan dengan Hari Anak Nasional.
Orang nomor satu RI ini mengajak keluarga-keluarga supaya anak-anak diberi PR
alias pekerjaan rumah. Bukan, bukan pekerjaan rumah mainstream berbentuk tugas
pelajaran sekolah. PR yang dimaksud Jokowi adalah mengajak anak menjenguk teman
yang sakit, membantu orang yang kesulitan, atau hal kecil lainnya seperti ikut
kerja bakti di kampung. Saya ambil poin terakhir yaitu kerja bakti di kampung.
Kerja bakti sebenarnya disukai oleh
anak-anak, baik yang pra sekolah maupun yang di sekolah dasar. Mayoritas di
desa-desa hanya dua kalangan ini yang mendominasi. Sementara pelajar usia SMP
ke atas biasanya sudah tinggal di kota kecamatan.
Padahal, mengajak mereka ikut kerja bakti
bisa berdampak positif lho. Kegiatan ini bisa melatih mereka aktif dan peduli
serta mampu menempatkan diri dalam dinamika situasi kelompoknya, yang antara
lain melalui kerja fisik nyata. Tetapi jangan bayangkan anak-anak ini harus
mengerjakan pekerjaan orang dewasa yang berat-berat itu. Percayakan mereka
melakukan pekerjaan ringan yang tidak menguras tenaga.
Di kampung memang sering berlangsung kerja
bakti spontan. Pernah ketika saya pulang kantor, pelajar-pelajar sekolah yang
sedang liburan beramai-ramai, (karena sedang menganggur tentunya), mengerjakan
parit sepanjang lorong. Lorong tanah memang sudah amburadul digerus banjir dan tidak
nyaman lagi dilalui. Mereka menggali saluran banjir itu dengan tidak begitu
rapi. Latar belakang saya yang teknik pun menyembul ke permukaan. Saya tidak
setuju cara kerja seperti itu. Saya lantas meminta anak-anak muda itu mencari
tali untuk mengukur supaya parit dapat dibuat dengan rapi.
Anak muda dalam jumlah besar itu tidak
banyak cingcong. Kelanjutan pekerjaan pun berjalan dengan baik. Para gadis
diperintahkan untuk meminta sumbangan makanan mentah dari rumah ke rumah dan
memasaknya. Sementara anak kecil yang mulanya hanya berkerumun menonton kami
bimbing untuk mengambil batu yang ukurannya kecil-kecil sebesar kepalan tangan.
Kakak kakak mereka yang lebih besar lagi ikut bergabung mengangkut batu-batu
lainnya ke lokasi dimana batu-batu tersebut akan disusun sebagai perkerasan.
Iya, kami tidak sungkan memberi perintah
kepada anak-anak itu. Mereka bukannya tidak bisa bekerja. Mereka hanya tidak
tahu harus berbuat apa. Kalau di tempat proyek kan ada yang namanya mandor.
Pekerja proyek meminta petunjuk kepada si mandor ini apa yang harus dikerjakan.
Sementara di tempat kerja bakti, secara spontan harus ada seorang mandor yang
mengorkestrasi segala sesuatunya agar berjalan dalam alur dan irama kerja.
Tanpa kendali seorang mandor, kita hanya akan saksikan bahwa setiap orang tidak
mengerjakan pekerjaannya dengan baik. Masing-masing orang kan harus diberi
panduan agar menyesuaikan pekerjaannya dengan pekerjaan rekan lain sesuai
target kelompok itu. Tanpa diorkestrasi, maka masing-masing orang akan bekerja
dengan caranya sendiri-sendiri, malah tidak nyambung dengan pekerjaan rekannya
yang lain.
Lalu, bagimana dengan anak-anak? Mereka
bekerja dengan senang hati. Secara psikologis, mereka memang sedang dalam
tarafnya meniru apa yang dilakukan oleh orang dewasa. Pekerjaan yang dilakukan
oleh orang dewasa mereka tiru sedikit demi sedikit. Mereka pun tidak boleh
dibiarkan bekerja tanpa arahan. Malah tidak sesuai dengan alur kerja orang
dewasa nantinya sehingga bisa menjadi sasaran kemarahan. Jadi, mereka harus
diberi perintah yang jelas dan tidak ambigu. Mereka pun dapat menyesuaikan diri
dengan target pekerjaan kelompok itu. Mereka memang hanya mengerjakan pekerjaan
yang ringan-ringan. Tetapi dengan jumlah personil yang biasanya besar, volume
kerja mereka kadang lumayan besar. Malah dapat dibandingkan dengan volume kerja
orang dewasa yang cendrung beranggota sedikit itu. Jadi, jangan remehkan anak
kecil ya.
Pernah suatu waktu, ketika saya menggali
tempat sampah di samping dapur, para keponakan saya yang usianya masih empat
atau lima tahun ikut membantu bersama kakak-kakanya yang tujuh dan sembilan
tahun. Kalau kakak kakaknya mengangkut tanah dalam jumlah besar dalam
ember-ember plastik, maka ponaan yang empat tahun cukup mengangkut tanah
menggunakan tempurung. Bukan volume kerja minimal itu yang jadi persoalan.
Tetapi bagaimana anak-anak itu dapat bekerja dengan riang dengan kerelaan
meniru apa yang dikerjakan oleh orang dewasa. Meski dengan berkeringat,
anak-anak itu toh bekerja dengan semangat. Mereka bahkan menganggap pekerjaan
ini sebagai bagian dari keriangan bermain.
Jadi, ajaklah anak-anak anda
bekerja. Percayakan mereka mengerjakan pekerjaan kecil yang mampu mereka
lakukan dengan petunjuk yang jelas dan dapat mereka mengerti. Di masa depan,
mereka diharapkan dapat memanggil kembali memori mereka di saat mereka
bekerjasama, mencapai tujuan kelompok dan bagaimana mengikuti petunjuk orang
yang mempercayakan pekerjaan itu kepada mereka. Latihan-latihan kecil seperti
itu akan berguna saat usia produktif nantinya. Mempercayakan hal-hal kecil akan
memampukan mereka mengemban kepercayaan yang lebih besar nantinya.