Minggu, 06 Januari 2019

Summer Solstice: Siang Pendek dan Fenomena Terlambat Massal di Sekolah

Foto: Tempostore

Jika anda seorang siswa atau siswi di sekolah, anda pasti pernah mengalami peristiwa terlambat massal ke sekolah di pagi hari. Peristiwa terlambat rame-rame ini terjadi setidaknya sekali dalam setahun. Kalau anda perhatikan, keterlambatan ini berlangsung pada bulan tertentu saja yang sama setiap tahunnya.
Yang mengalami terlambat  biasanya merasa aneh. Soalnya suasana terasa seperti masih pagi sekali. Tetapi ketika menengok ke penunjuk waktu, wah jarum jam sudah mendekati angka tujuh. Saat buru buru ke sekolah, pas tiba gerbangnya malah sudah tutup. Yang lebih mengherankan, teman teman yang lain pun terlihat kompak mengalami keterlambatan. Ada apa ini?
Jangan buru-buru menyalahkan diri sendiri saudara-saudara. Jika anda pernah mengalami hal tersebut, maka kesalahan tidak benar benar terletak pada diri anda. Matahari memang agak terlambat terbit ketika sedang berada pada titik terjauh di utara. Fenomena astronomi ini puncaknya terjadi pada tanggal 22 Juni setiap tahun yang dikenal dengan sebutan Summer Solstice. Jadi ketika di wilayah bumi utara mengalami siang yang panjang karena matahari tepat ada di utara sana, kita yang di bumi selatan justru mengalami siang hari terpendek. Saat itu, malam berlangsung lebih panjang dan matahari akan terlambat muncul dari timur.
Akibatnya, siswa yang terbiasa berpedoman pada matahari akan merasa kecele ketika tahu bahwa jam di meja piket lebih cepat setengah jam mendahului kemunculan matahari. Ini adalah waktu krusial yang bisa menyebabkan siswa tersebut terlambat dan dihukum berdiri di luar gerbang sekolah.
Di wilayah empat musim, kemunculan matahari tidak menjadi masalah sebab mereka sudah terbiasa dengan perbedaan siang dan malam yang agak ekstrim sejalan dengan bergulirnya musim. Tetapi di wilayah dekat khatulistiwa, lama hari siang dan malam terasa sama saja sepanjang tahun sehingga perbedaan kecil tersebut sering diabaikan.  Siswa yang beraktivitas pagi, apalagi di desa, kadang selalu berpedoman pada terbitnya matahari. Mereka kurang menyadari, matahari akan terlambat terbit pada waktu tertentu. Dan akhirnya mereka pun ikut terlambat ke sekolah.
Dari kasus ini, kita akhirnya dapat mengerti mengapa warga negara di wilayah yang jauh dari kathulistiwa lebih menghargai ketepatan waktu pada arloji ketimbang perkiraan waktu berdasarkan kenampakan cahaya alam. Perkiraan waktu dengan posisi matahari tak akan banyak berguna di sana. Pada musim panas misalnya, sampai jam sepuluh malam pun matahari masih kelihatan seperti sore hari. Sedang pada musim dingin, matahari terbitnya sangat terlambat dan tenggelam lebih cepat.
Hal inilah yang menyebabkan orang orang bule lebih mematok aktivitasnya dengan berpedoman pada ketepatan jam sebagai penanda waktu utama. Bukan memperkirakan waktu dengan berpedoman pada letak matahari.
Nah untuk para guru petugas piket pagi di sekolah sekolah, ingatlah kembali untuk mengantisipasi terlambat massal ini. Caranya dengan melakukan pemeritahuan dini kepada para siswa agar memasang alarm di pagi hari.  Terutama pada akhir Juni hingga awal Juli, saat di mana matahari agak terlambat terbit. Dengan begitu, tidak ada lagi yang dihukum berdiri berjam jam di luar gerbang sekolah.
Comments
2 Comments

2 komentar:

Yan Surachman mengatakan...

Datang lambat Pulang cepat... hehehe,

Simpet Soge mengatakan...

Ada yang sukanya begitu